IHSG Menukik di Tengah Sentimen Global Negatif; Strategi Investasi di Tengah Volatilitas

IHSG Menukik di Tengah Sentimen Global Negatif; Strategi Investasi di Tengah Volatilitas

Penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa, 4 Maret 2025, mencerminkan dampak sentimen negatif global yang meluas. IHSG ditutup melemah 139,25 poin (2,14 persen) di level 6.380,40, sebuah penurunan yang signifikan dan mengkhawatirkan bagi investor domestik. Analis saham Hendra Wardana dari Stocknow.id menyatakan bahwa pergerakan IHSG saat ini mengindikasikan pencarian titik terendah (bottom), dan potensi tekanan lebih lanjut masih ada, terutama jika sentimen eksternal tidak membaik dalam waktu dekat. Situasi ini bukan hanya dialami Indonesia, melainkan juga bursa saham di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat yang secara serentak mengalami pelemahan, mengindikasikan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global.

Meskipun demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berupaya meredam dampak negatif ini dengan memberikan stimulus berupa kemudahan proses buyback saham tanpa perlu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan penundaan aktivitas short selling. Hendra menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk menstabilkan pasar dalam jangka pendek dan mencegah kepanikan investor. Namun, efektivitas kebijakan tersebut masih bergantung pada perkembangan sentimen eksternal yang saat ini mendominasi pasar. Pelemahan IHSG juga terlihat jelas di sektor energi dan industri, menunjukkan tekanan fundamental yang diakibatkan oleh perubahan kebijakan global dan fluktuasi harga komoditas. Kondisi ini menunjukkan bahwa penurunan IHSG bukan sekadar masalah teknikal, melainkan juga didorong oleh faktor fundamental yang signifikan.

Di tengah koreksi pasar yang tajam ini, muncul sebuah perkembangan yang menarik. JP Morgan justru menaikkan rekomendasi saham perbankan, khususnya Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dari neutral menjadi overweight. Kenaikan ini didasari oleh fundamental BBRI yang dinilai kuat, terutama kinerja bisnis pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menjadi penggerak utama profitabilitas bank tersebut. Meskipun demikian, tantangan tetap ada, terutama dalam hal perbaikan kualitas aset akibat penurunan penjaminan di segmen Kupedes. Manajemen BBRI sedang berupaya untuk memperbaiki rasio kredit bermasalah (NPL), sebuah proses yang membutuhkan waktu, namun diharapkan dapat menghasilkan dampak positif di masa mendatang.

Untuk mencapai rebound IHSG yang lebih solid dan berkelanjutan, Hendra menekankan pentingnya beberapa faktor kunci. Stabilisasi kondisi global, kejelasan arah kebijakan suku bunga The Fed, dan fundamental ekonomi domestik yang kuat menjadi elemen krusial yang dibutuhkan. Hanya dengan tercapainya kombinasi faktor-faktor tersebut, pemulihan IHSG dapat diharapkan secara berkelanjutan. Prediksi untuk perdagangan berikutnya menunjukkan potensi penguatan terbatas, dengan IHSG diperkirakan akan menguji resistance di level 6.440, dan bergerak di kisaran 6.270-6.440. Situasi ini, menurut Hendra, memberikan peluang bagi investor untuk mencermati saham-saham berfundamental kuat yang dinilai undervalued, seperti BBRI (dengan target harga Rp 3.800), AKRA (Rp 1.330), dan SCMA (Rp 220).

Disclaimer: Artikel ini bukan merupakan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Semua rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis sekuritas yang bersangkutan, dan penulis tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor. Pastikan untuk melakukan riset menyeluruh sebelum membuat keputusan investasi.