Ombudsman Soroti Distribusi MinyaKita: Margin Harga dan Efektivitas Simirah Perlu Ditinjau Ulang
Ombudsman RI Desak Evaluasi Mendalam Terhadap Distribusi dan Sistem Informasi MinyaKita
Ombudsman Republik Indonesia (RI) menyoroti disparitas harga MinyaKita di lapangan yang melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET), mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan evaluasi komprehensif terhadap margin harga di setiap tingkatan distribusi. Temuan ini muncul setelah Ombudsman melakukan inspeksi mendadak (sidak) di enam provinsi, menunjukkan bahwa konsumen membeli MinyaKita dengan harga Rp16.000 hingga Rp19.000 per liter, jauh di atas HET yang ditetapkan sebesar Rp15.700.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menekankan pentingnya meninjau kembali margin harga yang diterapkan pada setiap tingkatan distributor, mulai dari distributor tingkat pertama (D1) hingga pengecer. Ia mencontohkan, meskipun margin di setiap level tampak kecil—misalnya, D1 mengambil dari produsen seharga Rp13.500, D2 mengambil dari D1 seharga Rp14.000, dan pengecer mengambil dari D2 seharga Rp14.500—akumulasi margin tersebut pada akhirnya membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi. Dugaan adanya distributor ilegal tingkat 3 dan 4 yang tidak terdaftar juga memperparah masalah, sehingga perlu adanya penataan ulang sistem distribusi.
Selain masalah margin harga, Ombudsman juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap Sistem Informasi Minyak Curah (Simirah). Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan aksesibilitas bagi seluruh pelaku usaha, namun efektivitasnya masih dipertanyakan. Ombudsman mendesak agar Simirah dievaluasi agar semua pelaku usaha bisa mendapatkan akses yang sama.
Temuan Utama Ombudsman:
- Harga di atas HET: Konsumen membeli MinyaKita dengan harga Rp16.000 - Rp19.000 per liter.
- Margin Harga: Dugaan akumulasi margin di setiap tingkatan distribusi menyebabkan harga melonjak.
- Distributor Ilegal: Kemungkinan adanya distributor tingkat 3 dan 4 yang tidak terdaftar.
- Simirah: Perlunya evaluasi terhadap efektivitas dan transparansi Sistem Informasi Minyak Curah.
Rekomendasi Ombudsman:
- Evaluasi Margin Harga: Meninjau kembali margin harga di setiap tingkatan distribusi untuk memastikan harga yang wajar bagi konsumen.
- Penataan Sistem Distribusi: Menertibkan dan mengawasi jaringan distribusi MinyaKita untuk mencegah praktik ilegal dan penumpukan margin.
- Evaluasi Simirah: Meningkatkan transparansi dan aksesibilitas Sistem Informasi Minyak Curah bagi seluruh pelaku usaha.
Ombudsman juga menyoroti contoh kasus di mana D1 MinyaKita berlokasi di Jakarta, sementara konsumen berada di Garut. Jarak yang jauh ini dinilai kurang efisien dan dapat mempengaruhi harga jual. Selain itu, sorotan terhadap praktik pengurangan takaran MinyaKita oleh sejumlah produsen, seperti yang ditemukan oleh Menteri Pertanian, menambah kompleksitas permasalahan.
Temuan Ombudsman ini menjadi momentum penting bagi Kemendag untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam menstabilkan harga dan memastikan ketersediaan MinyaKita bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi dan Sistem Informasi Minyak Curah menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ini dan menciptakan tata kelola yang lebih transparan dan efisien.