Guru Garda Terdepan: Tiga Peran Vital dalam Mitigasi Bencana di Lingkungan Sekolah
Guru Garda Terdepan: Tiga Peran Vital dalam Mitigasi Bencana di Lingkungan Sekolah
Indonesia, sebagai negara yang terletak di Cincin Api Pasifik, memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap berbagai bencana alam. Gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir, dan tanah longsor menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan aktivitas masyarakat, termasuk kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam situasi darurat seperti ini, peran guru menjadi sangat krusial dalam melindungi diri sendiri dan peserta didik. Guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mampu menanamkan budaya sadar bencana di lingkungan sekolah.
Menyadari pentingnya peran guru dalam mitigasi bencana, berbagai upaya peningkatan kapasitas terus dilakukan. Salah satunya adalah melalui webinar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dalam webinar tersebut, para ahli menekankan tiga peran utama guru dalam kesiapsiagaan bencana, yaitu sebagai aktivator, kolaborator, dan culture builder.
Tiga Pilar Peran Guru dalam Mitigasi Bencana
1. Guru sebagai Aktivator
Peran guru sebagai aktivator adalah memicu kesadaran dan partisipasi aktif siswa dalam mengidentifikasi potensi risiko bencana di lingkungan sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan pemetaan risiko, simulasi evakuasi, dan diskusi kelompok. Guru memfasilitasi siswa untuk mengenali titik-titik rawan, jalur evakuasi yang aman, dan tempat berkumpul yang telah ditentukan. Dengan melibatkan siswa secara langsung, diharapkan mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang risiko bencana dan langkah-langkah yang perlu diambil.
2. Guru sebagai Kolaborator
Sebagai kolaborator, guru menjalin kerjasama dengan berbagai pihak terkait, seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sekolah dalam menghadapi bencana, baik melalui pelatihan, penyediaan peralatan, maupun pengembangan sistem peringatan dini. Guru berperan sebagai penghubung antara sekolah dengan sumber daya eksternal yang dapat mendukung upaya mitigasi bencana.
3. Guru sebagai Culture Builder
Peran guru sebagai culture builder adalah menanamkan budaya sadar bencana melalui kegiatan sehari-hari di sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui integrasi materi mitigasi bencana ke dalam kurikulum, pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat, serta kegiatan ekstrakurikuler yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana. Guru memberikan contoh nyata dalam menjaga lingkungan sekolah yang aman dan nyaman, seperti membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, dan merawat fasilitas sekolah.
Langkah-langkah Mitigasi Bencana di Sekolah
Selain tiga peran utama di atas, guru juga perlu memahami langkah-langkah mitigasi bencana yang meliputi tahap pra-bencana, saat bencana, dan pasca-bencana.
Pra-Bencana:
- Memastikan Keamanan Fasilitas Sekolah: Guru memeriksa kondisi bangunan, perabotan, dan peralatan sekolah secara berkala. Memastikan tidak ada benda yang berpotensi membahayakan siswa saat terjadi bencana.
- Menata Ruang Kelas dengan Aman: Guru menata ruang kelas sedemikian rupa sehingga mudah diakses saat evakuasi. Menghindari penempatan barang-barang berat di tempat yang tinggi.
- Menyusun Rencana Evakuasi: Guru bersama dengan kepala sekolah dan pihak terkait menyusun rencana evakuasi yang jelas dan mudah dipahami oleh seluruh warga sekolah.
Saat Bencana:
- Menjaga Ketertiban dan Keselamatan Siswa: Guru memandu siswa untuk tetap tenang dan mengikuti instruksi evakuasi dengan tertib.
- Melakukan Evakuasi ke Titik Kumpul: Guru mengarahkan siswa menuju titik kumpul yang telah ditentukan dengan aman dan teratur.
- Memberikan Dukungan Psikososial: Guru memberikan dukungan emosional kepada siswa yang mengalami trauma atau ketakutan akibat bencana.
Pasca-Bencana:
- Melakukan Koordinasi dengan Pihak Terkait: Guru berkoordinasi dengan tim penyelamat, petugas kesehatan, dan orang tua siswa untuk memastikan keselamatan seluruh warga sekolah.
- Melakukan Pemulihan Emosional dan Psikososial: Guru membantu siswa untuk mengatasi trauma dan kembali beradaptasi dengan kondisi pasca-bencana.
- Menyesuaikan Metode Ajar: Guru menyesuaikan metode ajar agar sesuai dengan kondisi siswa yang mungkin mengalami dampak psikologis akibat bencana.
Kesiapsiagaan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau pihak terkait lainnya, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh warga negara, termasuk guru. Dengan menjalankan peran vitalnya dalam mitigasi bencana, guru dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan resilien terhadap berbagai ancaman bencana.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbudristek, Nunuk Suryani, menegaskan bahwa sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga wadah untuk membangun karakter dan keterampilan hidup, termasuk kesiapsiagaan menghadapi situasi darurat. Guru adalah garda terdepan dalam meningkatkan pengetahuan siswa terkait pengurangan risiko bencana, mulai dari sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana.