Revisi UU TNI Picu Polemik: Dominasi Militer dalam Jabatan Sipil Ancam Kepakaran dan Pendidikan Umum?

Revisi UU TNI Picu Polemik: Dominasi Militer dalam Jabatan Sipil Ancam Kepakaran dan Pendidikan Umum?

Pengesahan revisi Undang-Undang TNI oleh DPR RI pada Kamis (20/3/2025) terus menuai sorotan. Undang-Undang yang mengubah UU Nomor 34 Tahun 2004 ini, memuat poin-poin krusial terkait tugas, wewenang, serta penempatan personel TNI aktif di berbagai kementerian/lembaga, dan juga perubahan pada usia pensiun.

Pakar Hukum Universitas Brawijaya (UB), Dr. Aan Eko Widiarto, SH, MHum, memberikan analisis mendalam terkait implikasi UU TNI yang baru disahkan. Menurutnya, dampak langsung terhadap pendidikan formal mungkin tidak signifikan. Namun, implikasi tidak langsung justru menimbulkan kekhawatiran serius.

Ancaman Terhadap Lulusan Sipil dan Kepakaran

Salah satu poin krusial yang disoroti adalah potensi pengisian jabatan-jabatan sipil oleh personel TNI aktif. Dr. Aan menjelaskan, hal ini dapat memarjinalkan lulusan pendidikan sipil, yang seharusnya memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam bidang keahliannya. Ia menuturkan :

"Jabatan-jabatan yang seharusnya bisa diisi oleh alumni-alumni pendidikan masyarakat sipil ya, itu ya dengan begitu saja bisa diisi tentara aktif atau militer aktif yang dididik dari pendidikan militer."

Kondisi ini, menurut Dr. Aan, dapat memicu brain drain di kalangan lulusan sipil, karena prospek karir yang terbatas. Bahkan, ia memprediksi, masyarakat akan lebih cenderung memilih pendidikan militer karena dianggap memiliki prospek kerja yang lebih luas, baik di instansi militer maupun sipil. Pilihan ini akan berdampak panjang, termasuk meningkatnya minat masyarakat pada sekolah kedinasan militer sejak jenjang SMA.

Potensi Merosotnya Perkembangan Pendidikan Umum

Dr. Aan khawatir, kecenderungan ini dapat menghambat perkembangan pendidikan umum di luar kedinasan ketentaraan. Sekolah-sekolah kedinasan militer berpotensi menjadi pilihan utama, sementara kualitas dan minat terhadap pendidikan umum dapat merosot.

Selain itu, revisi UU TNI juga dinilai dapat mengancam kepakaran di berbagai bidang. Dengan semakin banyaknya posisi yang dapat ditempati oleh personel TNI, kepakaran dari kalangan sipil berpotensi terpinggirkan dan termarjinalkan.

Dua Tugas Tambahan dan Penambahan Jabatan Publik

Revisi UU TNI juga menambahkan dua tugas baru bagi TNI dalam operasi militer selain perang, yaitu:

  • Membantu upaya menanggulangi ancaman siber
  • Membantu melindungi serta menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri

Selain itu, terdapat penambahan empat posisi jabatan publik yang dapat diisi oleh TNI aktif, sehingga total menjadi 14 posisi.

Upaya Hukum Melalui Mahkamah Konstitusi

Menanggapi UU TNI yang baru disahkan, Dr. Aan berpendapat bahwa penolakan masyarakat tidak akan berpengaruh signifikan. Ia menegaskan, satu-satunya jalan untuk mengubah atau bahkan mencabut UU tersebut adalah melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

"Satu-satunya jalan ya sepertinya ke Mahkamah Konstitusi ya. Dan menurut saya bisa didekati dari dua hal. Satu pengujian formil, dua pengujian materiil," pungkasnya.

Dr. Aan menyarankan agar dilakukan pengujian formil dan materiil terhadap UU TNI di MK. Pengujian formil terkait dengan prosedur pembentukan UU, sedangkan pengujian materiil terkait dengan isi UU yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.