Gelombang Protes Revisi UU TNI Memanas di Magelang: Aksi Unjuk Rasa Berujung Pendudukan Ruang Sidang DPRD

Gelombang Protes Revisi UU TNI Memanas di Magelang: Aksi Unjuk Rasa Berujung Pendudukan Ruang Sidang DPRD

Magelang menjadi pusat perhatian pada Jumat, 21 Maret 2025, ketika gelombang demonstrasi menentang revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) memuncak. Ratusan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Magelang Memanggil turun ke jalan, menyuarakan penolakan mereka terhadap potensi perubahan dalam regulasi yang mengatur peran dan fungsi TNI.

Aksi dimulai di depan Gedung Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang sekitar pukul 13.15 WIB. Massa aksi berharap dapat berdialog langsung dengan Ketua DPRD Kota Magelang, Evin Septa Haryanto Kamil, untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun, setelah menunggu selama hampir dua jam tanpa ada kepastian, Aliansi Magelang Memanggil memutuskan untuk bergerak menuju Gedung DPRD Kota Magelang, meningkatkan tensi demonstrasi.

Setibanya di Gedung DPRD, aksi massa semakin memanas. Sebuah ban dibakar di depan gedung sebagai simbol protes, sebelum akhirnya demonstran memaksa masuk ke ruang sidang DPRD Kota Magelang. Di dalam ruang sidang, mereka membentangkan spanduk bertuliskan 'Cabut UU TNI, Kami Anti-military', menegaskan penolakan mereka terhadap militerisme dan potensi perluasan peran TNI dalam kehidupan sipil. Aksi pendudukan ruang sidang ini berlangsung hingga pukul 15.50 WIB, menunjukkan tekad kuat para demonstran untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Upaya untuk menemui Wali Kota Magelang, Damar Prasetyono, juga menemui jalan buntu. Meskipun demikian, semangat para demonstran tidak surut. Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Kota Magelang, Narisqa, menawarkan solusi dengan mengundang lima perwakilan Aliansi Magelang Memanggil untuk berdiskusi pada Senin, 24 Maret 2025. Pertemuan tersebut dijadwalkan untuk membahas secara mendalam mengenai revisi UU TNI yang menjadi polemik.

Koordinator Aliansi Magelang Memanggil, Achmad Rizky Airlangga, menegaskan bahwa tuntutan utama mereka adalah pembatalan revisi tiga pasal krusial dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal-pasal tersebut meliputi:

  • Pasal 3: Mengatur kedudukan TNI dalam sistem ketatanegaraan.
  • Pasal 47: Membahas penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, yang berpotensi meningkat dari 10 menjadi 16 instansi.
  • Pasal 53: Berkaitan dengan usia pensiun prajurit TNI.

Rangga, panggilan akrab Achmad Rizky Airlangga, yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Tidar Magelang, menyoroti pentingnya evaluasi kinerja TNI secara menyeluruh. Ia memberikan contoh kasus pembunuhan tiga anggota polisi di Way Kanan, Lampung, yang melibatkan oknum TNI, sebagai salah satu indikasi masalah dalam internal institusi.

Selain itu, Rangga juga mengkritik tindakan represif aparat TNI dan kepolisian terhadap mahasiswa dan masyarakat sipil yang menggelar aksi 'Ruwatan Kepala Daerah' di depan kompleks Akademi Militer Magelang pada 28 Februari 2025. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap penyelenggaraan retret kepala daerah yang dianggap tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat.

"Kami juga menyoroti kinerja institusi TNI yang mengurus politik," tegas Rangga, menandaskan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan intervensi TNI dalam urusan politik sipil. Demonstrasi di Magelang ini menjadi bukti nyata bahwa isu revisi UU TNI memicu perdebatan dan penolakan luas di kalangan masyarakat sipil, yang mengkhawatirkan implikasi negatif terhadap demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.