Masyarakat Sipil NTT Desak Pemblokiran Michat: Dituding Jadi Sarana Eksploitasi Anak dan Pedofilia

Gelombang Desakan Pemblokiran Michat Menguat di NTT

KUPANG, Nusa Tenggara Timur - Gelombang protes terhadap aplikasi Michat semakin bergema di Nusa Tenggara Timur (NTT). Forum Academia NTT, bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kekerasan Seksual Terhadap Anak, menggelar aksi demonstrasi di depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) NTT, menuntut pemblokiran aplikasi tersebut.

Aksi yang berlangsung pada Jumat, 21 Maret 2025 ini merupakan respons terhadap kasus yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang terjerat kasus pencabulan anak di bawah umur. Para demonstran menilai Michat telah menjadi medium yang memfasilitasi tindak kejahatan seksual terhadap anak.

"Kami mendesak pemerintah dan aparat kepolisian untuk segera melarang aplikasi Michat dan aplikasi sejenis di Indonesia," tegas Pendeta Mery Kolimon, tokoh masyarakat NTT yang turut serta dalam aksi tersebut. "Aplikasi ini terbukti menjadi sarana utama dalam praktik penjualan orang, terutama anak-anak dan perempuan, serta akses bagi pelaku pedofilia."

Mery Kolimon, yang juga mantan Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), menekankan pentingnya penguatan operasi cyberpolice oleh Polri untuk memberantas pelaku pedofilia dan jaringan perdagangan anak yang memanfaatkan platform digital. Ia menyayangkan kelambatan Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menindak Michat, yang dianggap sebagai pelanggaran hukum.

"Pembiaran terhadap Michat sama dengan membiarkan medium kriminal beroperasi dan menjadi predator bagi anak-anak perempuan. Ironisnya, praktik ini bahkan dilakukan oleh oknum pejabat Polri sendiri," ujarnya, merujuk pada kasus AKBP Fajar. Kolimon menambahkan bahwa Michat telah menjadi wadah prostitusi online yang harus dihapuskan dan ditolak keberadaannya di Indonesia.

Kasus AKBP Fajar Memicu Kemarahan Publik

Kasus AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang terungkap melakukan pencabulan terhadap seorang anak berusia enam tahun di sebuah hotel di Kupang, telah memicu kemarahan publik. Mabes Polri telah menetapkan Fajar sebagai tersangka dan menahannya di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

"Hari ini statusnya sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri," kata Karo Wabprof Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kamis, 13 Maret 2025.

Kasus ini menjadi sorotan tajam dan memicu desakan yang lebih kuat untuk menindak tegas aplikasi Michat, yang dianggap memiliki andil dalam memfasilitasi kejahatan terhadap anak. Forum Academia NTT dan Koalisi Masyarakat Sipil berharap tuntutan mereka didengar dan segera diimplementasikan oleh pemerintah dan kepolisian.

Tuntutan Aksi:

Berikut adalah poin-poin tuntutan yang diajukan dalam aksi demonstrasi tersebut:

  • Pemblokiran aplikasi Michat dan aplikasi sejenis di Indonesia.
  • Penguatan operasi cyberpolice untuk memberantas pelaku pedofilia dan jaringan perdagangan anak.
  • Penindakan tegas terhadap oknum aparat yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak.
  • Peningkatan pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak dari ancaman kejahatan online.

Desakan pemblokiran Michat di NTT ini menjadi representasi dari kekhawatiran masyarakat luas terhadap dampak negatif aplikasi tersebut, khususnya terhadap perlindungan anak. Aksi ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak lebih tegas dalam memberantas kejahatan seksual terhadap anak yang memanfaatkan platform digital.