Banjir Kampung Melayu: Normalisasi Ciliwung yang Mandek dan Tantangan Relokasi Warga
Banjir Kampung Melayu: Normalisasi Ciliwung yang Mandek dan Tantangan Relokasi Warga
Hujan deras yang mengguyur Jakarta sejak Senin, 3 Maret 2025, telah mengakibatkan banjir besar yang kembali melanda ibu kota. Salah satu wilayah yang terdampak paling parah adalah Kampung Melayu, Jakarta Timur, dengan ketinggian air yang mencapai lebih dari tiga meter pada Selasa malamnya. Bencana ini memaksa ratusan warga mengungsi ke tempat penampungan sementara di SD Kampung Melayu 02, menggambarkan dampak serius yang ditimbulkan oleh peristiwa ini. Kondisi ini bukan kejadian yang terisolasi; banjir berulang di kawasan ini menjadi sorotan utama yang mempertanyakan efektifitas penanganan banjir di Jakarta.
Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, menuding mandeknya proyek normalisasi Sungai Ciliwung sebagai penyebab utama berulangnya bencana banjir di Kampung Melayu. Menurutnya, proyek yang seharusnya telah tuntas dari Manggarai hingga TB Simatupang masih terhambat, sehingga kapasitas sungai tidak mampu menampung debit air yang tinggi, terutama dari wilayah hulu. Lokasi Kampung Melayu yang berada di dekat aliran Sungai Ciliwung menjadikannya sangat rentan terhadap luapan air, memperparah dampak banjir yang terjadi. Yayat menekankan bahwa debit air yang besar, ditambah dengan kapasitas sungai yang terbatas, menjadi faktor krusial yang menyebabkan banjir besar ini.
Lebih lanjut, Yayat Supriatna secara tegas menantang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Gubernur Pramono Anung, untuk mengambil langkah-langkah strategis dan berani dalam mengatasi masalah ini. Ia menyoroti perlunya pertimbangan serius terhadap relokasi warga di area rawan banjir sebagai solusi jangka panjang. "Berani atau tidak mengambil langkah tegas untuk relokasi?" tanyanya retoris. Yayat menegaskan bahwa tanpa langkah berani seperti relokasi, siklus banjir tahunan di Kampung Melayu akan terus berulang. Hal ini membutuhkan komitmen nyata dari pemerintah untuk mengatasi akar permasalahan, bukan hanya menangani dampaknya sesaat.
Selain dampak banjir yang merendam permukiman warga, pemadaman listrik di beberapa titik di Kampung Melayu juga dilakukan sebagai tindakan pencegahan demi keamanan warga. Meskipun sebagian warga memilih bertahan di lantai dua rumah mereka, ancaman banjir yang masih membayangi memaksa mereka untuk tetap waspada dan bersiap menghadapi kemungkinan terburuk. Kejadian ini menonjolkan betapa pentingnya penyelesaian proyek normalisasi Ciliwung dan evaluasi menyeluruh terhadap strategi penanggulangan banjir di Jakarta. Kegagalan dalam mengatasi permasalahan ini bukan hanya menyebabkan kerugian materiil, tetapi juga menimbulkan penderitaan dan ketidakpastian bagi warga yang tinggal di kawasan rawan banjir.
Situasi ini menyoroti perlunya evaluasi komprehensif terhadap rencana tata kota dan strategi penanggulangan banjir di Jakarta. Proyek normalisasi Sungai Ciliwung yang mandek menjadi bukti nyata kurangnya koordinasi dan pelaksanaan yang efektif dari pemerintah. Ke depannya, dibutuhkan sinergi yang lebih kuat antar lembaga terkait, transparansi dalam pengelolaan proyek, dan komitmen yang serius untuk melindungi keselamatan dan kesejahteraan warga Jakarta.