Gelombang Protes Massal Guncang Turkiye Pasca Penahanan Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu
Turkiye Bergejolak Akibat Penahanan Wali Kota Istanbul
Turkiye dilanda gelombang demonstrasi besar-besaran yang meluas ke berbagai kota, dipicu oleh penangkapan Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu. Penahanan Imamoglu, yang dilakukan pada hari Rabu, 19 Maret 2025, terkait dengan penyelidikan dugaan korupsi dan keterlibatan dalam aktivitas terorisme, telah menyulut kemarahan publik dan memicu aksi protes yang semakin intensif.
Penangkapan Imamoglu terjadi beberapa hari sebelum pengumuman dirinya sebagai kandidat utama dari Partai Rakyat Republik (CHP) untuk pemilihan presiden 2028. Banyak pihak melihat penahanan ini sebagai manuver politik untuk menyingkirkan saingan potensial Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Reaksi Keras dari Oposisi dan Masyarakat
Penahanan Imamoglu memicu reaksi keras dari CHP, yang menyebut tindakan tersebut sebagai "kudeta." Pemimpin oposisi, Ozgur Ozel, menyerukan kepada seluruh warga Turkiye untuk turun ke jalan dan mengekspresikan ketidakpuasan mereka. Aksi protes ini dengan cepat menyebar ke sedikitnya 32 dari 81 provinsi di seluruh negeri.
Meskipun Menteri Kehakiman memperingatkan bahwa aksi protes tersebut melanggar hukum, ribuan demonstran tetap memadati jalan-jalan Istanbul setiap malam, berkumpul di depan Balai Kota untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Imamoglu. Pihak berwenang kemudian memperluas larangan protes ke ibu kota Ankara dan kota pesisir Izmir.
Represi Aparat dan Bentrokan
Awalnya, polisi bersikap menahan diri dalam menghadapi aksi protes. Namun, situasi berubah menjadi bentrokan ketika polisi mulai menggunakan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan para mahasiswa yang berdemonstrasi di Istanbul.
Di Ankara, aparat kepolisian antihuru-hara juga menggunakan gas merica, peluru karet, dan meriam air untuk membubarkan kerumunan massa yang diperkirakan berjumlah sekitar 1.500 orang. Media lokal melaporkan bahwa sedikitnya 88 pengunjuk rasa telah ditangkap. Menteri Dalam Negeri Ali Yerlikaya sebelumnya menyebutkan angka 53 penangkapan, sementara 16 petugas polisi dilaporkan terluka. Lebih lanjut, 54 orang ditahan karena unggahan daring yang dianggap provokatif.
Tanggapan Presiden Erdogan
Presiden Erdogan meremehkan aksi protes tersebut, menyebutnya sebagai kerusuhan jalanan terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Ia menuduh pihak oposisi membesar-besarkan masalah hukum Imamoglu demi kepentingan politik mereka sendiri.
"Upaya oposisi untuk menampilkan masalah mereka dengan hukum sebagai masalah terbesar negara adalah puncak kemunafikan," kata Erdogan. "Turkiye tidak punya waktu untuk disia-siakan pada drama oposisi."
Namun, Ozgur Ozel menegaskan bahwa aksi protes akan terus berlanjut sampai tuntutan mereka dipenuhi. Partai oposisi pro-Kurdi, DEM, juga menyatakan dukungan mereka dan berencana untuk bergabung dalam unjuk rasa di Istanbul.
Pembatasan Internet dan Dampak Ekonomi
Pembatasan akses media sosial dan internet yang diberlakukan setelah penangkapan Imamoglu akhirnya dicabut. Namun, tindakan terhadap Imamoglu telah berdampak signifikan pada pasar keuangan Turkiye, menyebabkan penurunan tajam nilai lira Turkiye.
Masa Depan Turkiye dalam Ketidakpastian
Situasi di Turkiye saat ini sangat tegang dan tidak pasti. Penahanan Imamoglu telah memicu kemarahan publik dan memicu gelombang protes yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Dampak politik dan ekonomi dari peristiwa ini masih akan terus dirasakan dalam beberapa waktu mendatang.
Berikut adalah poin-poin penting dari perkembangan situasi:
- Penangkapan Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, memicu protes besar-besaran di seluruh Turkiye.
- Oposisi menyebut penangkapan tersebut sebagai "kudeta" dan menyerukan aksi protes yang lebih luas.
- Aparat kepolisian menggunakan kekerasan untuk membubarkan demonstran, menyebabkan sejumlah orang terluka dan ditangkap.
- Presiden Erdogan meremehkan aksi protes dan menuduh oposisi mempolitisasi masalah tersebut.
- Penahanan Imamoglu berdampak negatif pada pasar keuangan Turkiye.
Gelombang protes ini menjadi ujian berat bagi demokrasi di Turkiye dan menyoroti polarisasi politik yang semakin dalam di negara tersebut.