Kapolsek Kayangan Dicopot: Imbas Dugaan Pemerasan Oknum Polisi yang Berujung Tragis pada ASN

Kapolsek Kayangan Dicopot Pasca Insiden Tragis ASN

Langkah tegas diambil Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) dengan mencopot Iptu Dwi Maulana Kurnia Amin dari jabatannya sebagai Kapolsek Kayangan, Lombok Utara. Keputusan ini merupakan respons cepat terhadap dugaan keterlibatan oknum polisi dalam kasus pemerasan yang berujung pada kematian seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial RW.

Surat telegram Kapolda NTB, Irjen Pol. Hadi Gunawan, tertanggal 21 Maret 2025, menjadi dasar pencopotan tersebut. Posisi Kapolsek Kayangan kini diisi oleh Iptu Zainudin. Langkah ini diambil untuk memastikan proses pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Bid Propam Polda NTB dapat berjalan optimal dan transparan.

"Pencopotan ini dilakukan untuk mempermudah proses pemeriksaan yang sedang berlangsung oleh Divisi Propam Mabes Polri dan Bid Propam Polda NTB," ujar Kapolres Lombok Utara, AKBP Agus Purwanta, kepada awak media pada Jumat (21/3/2025) malam.

Kapolres menegaskan bahwa Iptu Dwi Maulana Kurnia Amin, beserta anggota lain yang diduga terlibat dalam intimidasi dan pemerasan terhadap korban, saat ini tengah menjalani pemeriksaan intensif. Pihaknya berkomitmen untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya.

"Kami akan mendalami setiap informasi yang beredar di masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kami," tegas AKBP Agus Purwanta.

Rangkaian Peristiwa yang Menimbulkan Sorotan

Kasus ini bermula dari ditemukannya RW, seorang ASN di Lombok Utara, dalam kondisi meninggal dunia akibat gantung diri. Diduga kuat, tindakan tragis ini dipicu oleh tekanan dan pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi terkait penanganan kasus dugaan pencurian. Peristiwa ini memicu kemarahan warga, yang kemudian berujung pada aksi demonstrasi di depan Polsek Kayangan pada Senin (17/3/2025).

Keluarga RW melalui kuasa hukumnya, Marianto, mendesak Kapolres Lombok Utara untuk bersikap transparan dalam mengungkap kasus ini. Mereka meminta agar tidak ada upaya melindungi oknum polisi yang terlibat.

"Kami meminta Kapolres Lombok Utara untuk membuka informasi seluas-luasnya mengenai oknum anggotanya yang terlibat dalam penekanan terhadap almarhum RW," kata Marianto kepada media.

Marianto mengungkapkan bahwa sebelum meninggal dunia, RW sempat mencurahkan isi hatinya kepada keluarga. Korban mengaku merasa panik setelah pulang dari Polsek Kayangan pada 17 Maret 2025. Ia mengeluhkan adanya permintaan sejumlah uang dari penyidik. Bahkan, RW sempat berusaha meminjam uang kepada teman-temannya.

Harapan Akan Keadilan dan Pembenahan Internal

Kasus ini menjadi sorotan tajam dan memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Diharapkan, proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Propam Mabes Polri dan Bid Propam Polda NTB dapat mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan sanksi tegas kepada oknum polisi yang terbukti bersalah.

"Jika benar terjadi pemerasan, maka aparat penegak hukum harus segera dibenahi. Jangan sampai ada oknum yang menyalahgunakan wewenang untuk menekan masyarakat kecil," tegas Marianto.

Kasus ini menjadi momentum penting bagi Polri untuk melakukan evaluasi dan pembenahan internal. Langkah tegas dan transparan dalam penanganan kasus ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

  • Tuntutan Keluarga Korban: Keluarga RW menuntut keadilan dan transparansi dalam pengungkapan kasus ini.
  • Desakan Pembenahan Internal: Kasus ini menjadi momentum untuk pembenahan internal di tubuh Polri.
  • Harapan Masyarakat: Masyarakat berharap agar kasus ini diusut tuntas dan tidak ada lagi oknum polisi yang menyalahgunakan wewenang.