Mahkamah Agung Perberat Hukuman Mantan Dirut Pertamina, MAKI Apresiasi Kinerja Lembaga Peradilan

Mahkamah Agung Perberat Hukuman Mantan Dirut Pertamina, MAKI Apresiasi Kinerja Lembaga Peradilan

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas, disambut positif oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). MAKI menilai putusan tersebut sebagai bukti nyata komitmen lembaga peradilan dalam memberantas korupsi di Indonesia. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam keterangannya Minggu (2/3/2025), menyatakan rasa senangnya atas putusan tersebut dan memuji langkah MA yang dinilai semakin tegas dalam menindak pelaku korupsi. Ia bahkan menyinggung masa kepemimpinan hakim agung Artidjo Alkostar yang dikenal teguh dalam menegakkan hukum.

"Putusan ini menunjukkan MA berada di garda terdepan pemberantasan korupsi. Perberatan hukuman ini mengingatkan kita pada masa kepemimpinan Bapak Artidjo Alkostar, yang konsisten dalam menegakkan hukum meskipun seringkali berdiri sendiri. Kini, MA tampak semakin solid dalam menindak korupsi," ujar Boyamin. Boyamin menilai putusan MA sebagai bukti kinerja maksimal lembaga tersebut. Ia menambahkan, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020, Karen Agustiawan seharusnya dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup mengingat kerugian negara yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 100 miliar. Pertimbangan ini mengacu pada beberapa putusan sebelumnya, seperti kasus Hafid Muis, dimana hukuman diperberat pada tingkat banding.

"Dari sisi fakta hukum dan formalitas hukum, putusan ini sudah maksimal. Namun, mengingat kerugian negara yang sangat besar dan maraknya kasus korupsi, seharusnya hukumannya bisa lebih berat lagi, bahkan seumur hidup. Kasus korupsi Pertamina ini menjadi bukti betapa maraknya praktik korupsi yang perlu ditindak tegas," imbuh Boyamin. Kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) ini diduga merugikan negara hingga USD 124 juta atau setara Rp 1,9 triliun. Dalam putusan kasasi yang dibacakan Jumat (28/2), MA memperberat hukuman Karen Agustiawan menjadi 13 tahun penjara dan denda Rp 650 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan tersebut menguatkan dakwaan pasal 3 tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 juncto Pasal 64.

Sebelumnya, pada tingkat pertama, Karen Agustiawan divonis 9 tahun penjara. Namun, hakim tidak membebankan uang pengganti kerugian negara USD 113 juta kepada Karen, melainkan kepada perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Corpus Christi Liquefaction LLC, yang dianggap tidak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG tersebut. Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, KPK dan Karen Agustiawan mengajukan banding. Namun, PT DKI hanya mengubah putusan terkait barang bukti, sementara hukuman penjara dan uang pengganti tetap.

Putusan MA ini diharapkan menjadi preseden bagi kasus-kasus korupsi lainnya dan penegakan hukum yang lebih tegas dan konsisten. MAKI berharap ke depan, MA akan terus menunjukkan komitmen yang kuat dalam memberantas korupsi di Indonesia. Tingginya angka korupsi di Indonesia, khususnya di BUMN, menuntut adanya hukuman yang setimpal dan efek jera bagi para pelakunya. Putusan MA terhadap Karen Agustiawan menjadi langkah signifikan dalam upaya tersebut.

Kronologi singkat kasus:

  • Vonis tingkat pertama: 9 tahun penjara, uang pengganti dibebankan kepada Corpus Christi Liquefaction LLC.
  • Banding: Hukuman dan uang pengganti tidak berubah, hanya perubahan pada barang bukti.
  • Kasasi: Hukuman diperberat menjadi 13 tahun penjara dan denda Rp 650 juta subsider 6 bulan kurungan.