MK Perkuat Mandat Pemilih: Larangan Caleg Terpilih Mundur untuk Pilkada Disambut Baik
MK Perkuat Mandat Pemilih: Larangan Caleg Terpilih Mundur untuk Pilkada Disambut Baik
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang melarang calon legislatif (caleg) terpilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya demi mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada). Putusan ini disambut baik oleh ahli hukum pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini, yang menilai bahwa keputusan ini bertujuan untuk melindungi aspirasi politik para pemilih.
Melindungi Aspirasi Pemilih dan Mendorong Kaderisasi Partai
Menurut Titi Anggraini, putusan MK ini merupakan langkah penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Ia menjelaskan bahwa fenomena caleg terpilih yang mengundurkan diri demi pilkada dapat merusak esensi dari pemilihan umum, di mana rakyat telah memberikan mandatnya kepada wakil yang dipilih.
"(Putusan MK) berupaya untuk melindungi aspirasi politik para pemilih agar tidak mudah dipermainkan oleh para caleg yang baru terpilih dengan begitu saja," ujar Titi.
Lebih lanjut, Titi menambahkan bahwa putusan ini dapat mendorong partai politik untuk lebih serius dalam melakukan kaderisasi dan rekrutmen. Dengan adanya larangan ini, partai politik diharapkan dapat mempersiapkan kader-kader yang kompeten dan siap mengemban amanah sebagai wakil rakyat, baik di tingkat legislatif maupun eksekutif.
Mengatasi Fenomena "Kutu Loncat" dan Menghormati Kedaulatan Rakyat
Putusan MK ini juga diharapkan dapat mengatasi fenomena "kutu loncat", di mana para politisi hanya mengincar jabatan demi jabatan tanpa mempertimbangkan komitmen terhadap pemilih. Titi menekankan bahwa partai politik harus mampu mengatur internalnya dan membagi peran di antara para anggotanya agar tidak terjadi perebutan kekuasaan yang tidak sehat.
"Bukan malah jadi kutu loncat yang mengincar banyak jabatan melalui pemilu dan pilkada pada satu waktu yang sama atau berdekatan," jelasnya.
Selain itu, Titi juga mengingatkan partai politik untuk lebih menghormati suara dan kedaulatan rakyat dengan tidak sembarangan mengganti caleg terpilih. Ia mencontohkan beberapa kasus di Pemilu 2019 dan 2024 di mana caleg dipecat atau diminta mengundurkan diri demi kepentingan elite politik.
Putusan MK dan Implikasinya terhadap Pemilu dan Pilkada
Putusan MK terkait larangan caleg terpilih mundur demi maju Pilkada ini tertuang dalam perkara nomor 176/PUU-XXII/2024. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa fenomena caleg terpilih yang mengundurkan diri tidak sehat bagi demokrasi dan berpotensi menimbulkan praktik politik transaksional.
"Dengan demikian, Mahkamah berpendapat calon terpilih yang mengundurkan diri karena hendak mencalonkan diri dalam pemilihan umum kepala daerah/wakil kepada daerah adalah hal yang melanggar hak konstitusional pemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat," ujar MK.
Dengan adanya putusan ini, diharapkan proses pemilu dan pilkada dapat berjalan lebih berkualitas dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar memiliki komitmen untuk melayani rakyat.
Kasus Pemilu Sebelumnya
- Misriyani Ilyas dari Partai Gerindra pada Pemilu DPRD Provinsi Sulsel pada Tahun 2019
- Ach Gufron Sirodj, Mohammad Irsyad Yusuf, dan Ali Ahmad dari PKB pada Pemilu 2024 yang keputusan pemecatannya lalu dikoreksi Bawaslu RI
Gugatan itu diajukan oleh tiga mahasiswa, yakni Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Wianda Julita Maharani.