BPOM Sita Takjil Berbahaya: Upaya Pengawasan Intensif Jamin Keamanan Pangan Ramadhan
BPOM Sita Takjil Berbahaya: Upaya Pengawasan Intensif Jamin Keamanan Pangan Ramadhan
Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengambil tindakan tegas dengan menarik peredaran sejumlah takjil atau makanan siap saji berbuka puasa yang terbukti mengandung bahan berbahaya seperti formalin dan boraks. Langkah ini merupakan bagian dari upaya intensif BPOM untuk melindungi masyarakat dari potensi risiko kesehatan selama bulan Ramadhan.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menyampaikan bahwa penindakan ini merupakan hasil dari sampling yang dilakukan secara luas di berbagai sentra penjualan takjil. Dari ribuan sampel yang diuji, sebagian kecil terdeteksi mengandung bahan-bahan berbahaya yang dilarang digunakan dalam makanan.
"Kami telah menarik produk-produk yang bermasalah dari peredaran. Ini adalah komitmen kami untuk memastikan bahwa masyarakat dapat mengonsumsi takjil yang aman dan sehat," ujar Taruna Ikrar di Jakarta, (22/03/2025).
Hasil Pengawasan dan Tindakan yang Diambil
Berdasarkan data BPOM, dari 4.958 sampel takjil yang diperiksa selama periode 24 Februari hingga 19 Maret 2025, ditemukan bahwa 1,94 persen atau 96 sampel tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Sampel-sampel ini mengandung:
- Formalin (49 sampel)
- Boraks (24 sampel)
- Rhodamin B (23 sampel)
BPOM melakukan pengujian langsung di lokasi penjualan menggunakan rapid test kit untuk mendeteksi keberadaan bahan-bahan berbahaya tersebut. Jenis takjil yang terbukti mengandung bahan berbahaya antara lain:
- Mi kuning basah, teri nasi, rujak mi, cincau hitam, dan tahu sutra (formalin)
- Kerupuk tempe, mi kuning, kerupuk nasi, kerupuk rambak, dan telur lilit (boraks)
- Delima/dalimo, kerupuk rujak mi, kerupuk merah, kerupuk mi merah, dan pacar cina pink (rhodamin B)
Imbauan dan Ancaman Sanksi
BPOM mengimbau kepada seluruh pedagang takjil untuk tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam produk mereka. Selain itu, pengusaha juga diingatkan untuk tidak menjual makanan kedaluwarsa dalam hampers Lebaran. BPOM tidak akan segan-segan menarik produk yang tidak memenuhi standar keamanan dari peredaran dan menyita produk ilegal.
"Kami akan menindak tegas para pelaku usaha yang melanggar aturan. Selain sanksi administratif, kami juga dapat menempuh jalur hukum," tegas Taruna Ikrar.
BPOM berpegang pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan sebagai dasar hukum untuk menindak pelaku usaha nakal. Pelanggar dapat dikenakan denda hingga Rp 5 miliar atau kurungan penjara hingga 12 tahun.
Peningkatan Kesadaran dan Efek Jera
Kepala BPOM menyatakan bahwa temuan yang relatif rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat dan pedagang tentang pentingnya keamanan pangan. Penindakan yang dilakukan BPOM pada tahun-tahun sebelumnya juga memberikan efek jera bagi pedagang, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam memilih bahan baku.
"Kami berharap temuan pangan takjil yang mengandung bahan berbahaya akan semakin berkurang di tahun-tahun mendatang," pungkasnya.
BPOM akan terus melakukan pengawasan intensif terhadap pangan olahan dan siap saji selama bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri untuk melindungi kesehatan masyarakat.