Polemik Direct License: Ahmad Dhani Kritik Keresahan Ariel Soal Regulasi Hak Cipta

Perbedaan Pendapat Musisi Senior Warnai Diskursus Direct License

Isu mengenai direct license kembali menghangat di kalangan musisi tanah air. Sistem yang memungkinkan pencipta lagu untuk bernegosiasi langsung mengenai hak cipta tanpa melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) ini menuai pro dan kontra. Ahmad Dhani, musisi senior yang dikenal dengan pandangan-pandangannya yang lugas, melontarkan kritik terhadap keresahan yang diungkapkan Ariel, vokalis band ternama.

Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Senayan, Jakarta Pusat pada tanggal 21 Maret 2025, Ahmad Dhani secara terbuka menyindir keraguan Ariel terhadap implementasi direct license. Dhani menilai bahwa kekhawatiran Ariel lebih berfokus pada kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama para musisi secara keseluruhan. Ia berpendapat bahwa UU Hak Cipta tahun 2014 telah memberikan kebebasan bagi pencipta lagu untuk mengatur perjanjian hak cipta mereka sendiri, sehingga tidak diperlukan lagi regulasi tambahan dari pemerintah.

"Ariel itu artinya dia memikirkan diri sendiri, dia memang tidak tercipta memikirkan orang lain," ujar Ahmad Dhani dengan nada khasnya.

Dhani menambahkan bahwa musisi seharusnya tidak terlalu bergantung pada pemerintah dalam mengatur hak ekonomi mereka. Ia bahkan memberikan analogi yang cukup unik, menyarankan Ariel untuk belajar dari emak-emak yang piawai dalam menawar harga di pasar. Menurutnya, negosiasi hak cipta seharusnya bisa dilakukan secara mandiri, layaknya transaksi jual beli biasa.

"Cukup deal sendiri aja, caranya deal gimana, ya belajar sama emak-emak aja, kan pada pinter nawar tuh," cetusnya.

Ariel Pertanyakan Kejelasan Regulasi dan Implikasi Pajak

Di sisi lain, Ariel yang ditemui di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai ketidakjelasan regulasi yang mengatur direct license. Ia menekankan bahwa sistem yang berlaku dan diimplementasikan seharusnya memiliki dasar hukum yang jelas.

"Satu tanggapan saya adalah direct license kan belum diatur oleh negara, sedangkan yang kita pakai, yang kita laksanakan, yang berani kita laksanakan adalah yang sudah diatur oleh negara. Memang kan gak dilarang (direct license), 'Ya kalau gak dilarang boleh aja,' ya memang, cuma aturannya gimana gitu kan," jelas Ariel.

Selain itu, Ariel juga menyoroti aspek pajak yang menjadi perhatian utamanya. Ia mempertanyakan bagaimana mekanisme pajak akan diterapkan dalam transaksi direct license antar individu, mengingat royalti biasanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pengaturannya sudah jelas melalui LMK.

"Jadi ada banyak yang belum diatur di situ, termasuk yang menjadi salah satu concern saya adalah masalah pajaknya. Kalau transaksi antar orang itu pajaknya gimana? Karena royalti itu ada PPN-nya kan ya. Sedangkan kalau pihak LMK, itukan sudah diatur," imbuhnya.

Perbedaan Pendapat yang Membuka Diskusi Lebih Lanjut

Perbedaan pendapat antara Ahmad Dhani dan Ariel mengenai direct license ini mencerminkan kompleksitas isu hak cipta di industri musik Indonesia. Satu sisi, terdapat keinginan untuk memberikan kebebasan lebih besar kepada pencipta lagu untuk mengatur hak ekonomi mereka. Di sisi lain, terdapat kekhawatiran mengenai ketidakjelasan regulasi dan potensi masalah pajak yang dapat timbul.

Diskusi mengenai direct license ini diharapkan dapat mendorong pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk merumuskan regulasi yang jelas dan adil, sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dan mendukung perkembangan industri musik yang sehat dan berkelanjutan.

Berikut poin-poin penting yang menjadi sorotan:

  • Direct License: Sistem negosiasi hak cipta langsung antara pencipta lagu dan pengguna.
  • UU Hak Cipta 2014: Undang-undang yang memberikan kebebasan kepada pencipta lagu untuk mengatur hak cipta.
  • LMK (Lembaga Manajemen Kolektif): Lembaga yang mengelola hak cipta secara kolektif.
  • Regulasi: Kejelasan aturan dan hukum yang mengatur sistem direct license.
  • Pajak: Implikasi dan mekanisme pajak dalam transaksi direct license.

Polemik ini menunjukkan bahwa implementasi direct license memerlukan kajian yang mendalam dan melibatkan semua pihak terkait untuk mencapai solusi yang terbaik bagi industri musik Indonesia.