Kisah Pemudik: Salah Catat Jadwal, Tertinggal Kereta di Stasiun Senen, Berujung Beli Tiket Mahal di Gambir

Keteledoran Berujung Tiket Mahal: Kisah Pemudik yang Tertinggal Kereta di Stasiun Senen

Mudik Lebaran menggunakan kereta api memang menjadi pilihan favorit banyak orang. Namun, di balik perjalanan yang nyaman, tersimpan berbagai cerita unik dan kadang menggelitik. Salah satunya dialami oleh Anwar, seorang calon penumpang kereta api di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Niat hati ingin mudik lebih awal untuk menghindari kepadatan penumpang, Anwar justru harus menelan pil pahit karena tertinggal kereta yang seharusnya membawanya pulang kampung.

"Ketinggalan tadi di Senen, ini udah dari Senen ketinggalan, sekarang lari ke sini. Seumur-umur baru ini ketinggalan," ujar Anwar dengan nada menyesal saat ditemui di Stasiun Gambir, Sabtu (22/3/2025).

Kepanikan melanda Anwar. Ia pun bergegas menuju Stasiun Gambir, berharap masih ada kereta yang bisa membawanya ke tujuan. Namun, konsekuensi harus dibayar mahal. Anwar terpaksa membeli tiket baru dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan tiket sebelumnya.

"Kalau Sembrani Rp 800 ribu, kalau airlangga Rp 110 ribu. Berhubung ini ketinggalan, sudah beli, ketinggalan, ya sudah lari ke sini (Stasiun Gambir)," jelasnya.

Usut punya usut, ternyata penyebab Anwar tertinggal kereta adalah kesalahan dalam mencatat jadwal keberangkatan. Miftah, putra Anwar, mengaku lupa dan salah mengingat jam keberangkatan yang tertera pada tiket. Ia mengira kereta berangkat pukul 11.00 WIB, padahal seharusnya pukul 09.00 WIB.

"Miss jam nya, kita lupa, inget nya jam 11 nggak taunya pas cek lagi jam 9, makanya haduh. Biarin lah gimana caranya bisa pulang hari ini, akhirnya saya nyari dapetnya yang harga 800-an," ungkap Miftah.

Mudik Fleksibel dengan Mobil: Pilihan Alternatif Lain

Kisah lain datang dari Sri, warga Cepu, Kabupaten Blora, yang memilih mudik lebih awal menggunakan kereta api. Sementara itu, Nisa, anaknya, memilih jalur berbeda dengan mudik menggunakan mobil keesokan harinya.

"Hari ini yang pulang Ibu sama ponakan dulu, saya nanti dekat-dekat lebaran baliknya. Anak ku mau tes dulu, masuk kuliah, jadi nunggu dulu selesai baru pulang naik mobil," kata Nisa.

Nisa menjelaskan bahwa keputusannya mudik menggunakan mobil didasari oleh keinginan untuk menikmati perjalanan dengan lebih fleksibel. Ia dan suaminya berencana mengunjungi beberapa kota dalam perjalanan mudik mereka.

"Lebih fleksibel, karena kan nanti mau berhenti dulu di Semarang, di Solo berhenti, karena Ibu di Cepu, kita mau ke Solo dulu karena ada orang tua di Solo baru abis itu ke Cepu," ungkap Nisa.

Bagi Sri, kereta api tetap menjadi pilihan utama karena dianggap lebih cepat dan aman. Ia mengaku sudah terbiasa mudik menggunakan kereta api sejak lama.

"Saya duluan, nanti anaknya nyusul, udah biasa naik kereta begitu, lebih aman, lebih cepat. Saya tuh rutin, dulu dari Cepu tuh ada pesawat, ini karena nggak ada pesawat, jadi langsung kereta aja," kata Sri.

Cerita-cerita ini menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi mudik Lebaran di Indonesia. Ada suka, ada duka, ada tawa, dan tak jarang ada pula penyesalan akibat keteledoran. Yang terpenting, semangat untuk berkumpul bersama keluarga di kampung halaman tetap membara.