Refleksi Diri: Marshel Widianto Berkomitmen Perbaiki Citra Pasca-Stigma Star Syndrome
Mengakui Kesalahan, Menata Masa Depan: Transformasi Marshel Widianto
Komedian Marshel Widianto, dalam sebuah pengakuan yang jujur, mengakui bahwa dirinya sempat terjerat dalam star syndrome. Stigma negatif ini, yang melekat padanya, menjadi pemicu bagi sebuah misi perbaikan diri yang mendalam. Marshel, ayah dari dua anak, kini bertekad untuk mengubah persepsi publik dan, yang terpenting, menjadi pribadi yang lebih baik.
Star syndrome, atau gangguan kepribadian narsistik, adalah kondisi psikologis yang membuat seseorang merasa dirinya superior, istimewa, dan haus akan pujian. Kondisi ini dapat memengaruhi perilaku dan interaksi sosial seseorang, seringkali menyebabkan kesombongan dan kurangnya empati. Marshel menyadari bahwa perilakunya di masa lalu mencerminkan ciri-ciri tersebut, dan ia tidak ingin terus-menerus terjebak dalam lingkaran negatif ini.
Pengakuan dan Penyesalan
"Dulu, ada beberapa hal yang gue lakuin yang akhirnya membentuk stigma itu," ujar Marshel saat ditemui di Jakarta Selatan. Ia menyadari bahwa cap star syndrome yang melekat padanya bukan tanpa alasan. "Gue pengen maksimalkan waktu gue untuk mengubah semuanya. Karena memang sudah dicap seperti itu. Dari sekian banyak artis, apalagi komedian stand-up, kayaknya cuma gue yang dapat cap kayak gitu."
Marshel tak ingin larut dalam penyesalan. Baginya, masa lalu adalah pelajaran berharga yang harus dijadikan modal untuk melangkah ke depan. Ia bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan fokus pada perbaikan diri.
Keluarga Sebagai Motivasi Utama
Motivasi terbesarnya untuk berubah adalah keluarga, terutama anak-anaknya. Ia khawatir tentang bagaimana mereka akan memandangnya di masa depan, ketika mereka sudah cukup umur untuk mengakses informasi tentang dirinya di internet.
"Ini jawaban-jawaban yang lagi gue persiapkan," ungkapnya. "Gimana kalau nanti anak-anak gue lihat video-video lama gue, lihat berita tentang star syndrome? Apa yang akan gue jawab? Jawaban itu yang belum gue punya. Jadi, hal-hal kayak gitu yang pengen gue kurangin."
Misi Perbaikan Diri: Lebih dari Sekadar Citra
Bagi Marshel, perbaikan diri ini bukan hanya tentang mengubah citra di mata publik. Ini adalah tentang menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bertanggung jawab, dan lebih bisa menjadi teladan bagi keluarganya.
"Gue pengen mengubah stigma itu biar bisa jadi lebih baik lagi. Bukan buat orang lain, tapi lebih ke buat diri gue sendiri," tegasnya. "Karena ketika gue berbuat ini pada diri gue, orang lain kan kena impact-nya. Itu yang pengen banget gue lakuin. Biar gue tetap bisa berdiri. Karena kalau duduk, gue nggak tahu diri."
Marshel Widianto kini tengah menjalani proses transformasi yang mendalam. Dengan dukungan keluarga dan tekad yang kuat, ia berharap dapat membuktikan bahwa perubahan adalah mungkin dan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua.