Terjebak di Myanmar: Kisah Pilu Warga Bali Jadi Korban 'Love Scamming' dan Penyiksaan
Kengerian di Balik Janji Manis: Pengalaman Warga Bali Terjerat TPPO di Myanmar
Kisah pilu Kadek Agus Ariawan, seorang warga Buleleng, Bali, menjadi pengingat pahit akan bahaya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ia menjadi salah satu dari sekian banyak korban yang tergiur iming-iming pekerjaan di luar negeri, namun justru terperosok ke dalam jaringan kejahatan transnasional di Myanmar. Setelah melalui masa-masa sulit, Ariawan akhirnya berhasil dievakuasi dan kembali ke pelukan keluarganya.
Ariawan menceritakan bagaimana awalnya ia tergiur tawaran pekerjaan sebagai pelayan restoran di Thailand dengan gaji menggiurkan dan fasilitas mewah. Tawaran ini datang dari seorang kenalan. Tanpa curiga, ia bahkan menyerahkan sejumlah uang sebagai biaya pendaftaran.
Pada tanggal 5 Agustus 2024, Ariawan bersama temannya, Ngurah Sunaria, dan tujuh orang lainnya memulai perjalanan dari Bali menuju Thailand. Mereka terbang melalui Bandara Soekarno-Hatta menuju Bangkok. Setibanya di Bangkok, perjalanan dilanjutkan melalui jalur darat selama sekitar tujuh jam. Kecurigaan mulai muncul ketika Ariawan menyadari bahwa lokasi yang mereka tuju bukanlah area perkotaan yang ramai, melainkan wilayah hutan terpencil. Menggunakan hotspot dari sang sopir, ia memeriksa peta dan terkejut mendapati bahwa mereka sudah berada dekat dengan perbatasan Myanmar. Meski demikian, ia masih mencoba berpikir positif, berasumsi bahwa mungkin ada perusahaan tenaga kerja yang berlokasi di dekat perbatasan.
Namun, kenyataan pahit segera terungkap. Setibanya di perbatasan, mereka diminta menyeberangi sungai menggunakan perahu kecil. Pemandangan yang menyambut mereka di seberang adalah penjagaan ketat oleh orang-orang bersenjata. Ariawan mengaku pasrah dan tidak berani melawan. Ia dan rombongannya kemudian dibawa ke sebuah wilayah terpencil di Hpa Lu, Myawaddy, Myanmar. Di sana, mereka dimasukkan ke dalam sebuah gedung yang menjadi pusat operasi perusahaan.
Dipaksa Menjadi Operator Penipuan Cinta dan Mengalami Penyiksaan Brutal
Di tempat tersebut, seluruh alat komunikasi mereka disita. Namun, salah seorang teman Ariawan berhasil menyembunyikan ponsel, yang kemudian digunakan untuk merekam video permintaan tolong yang viral di media sosial. Ariawan mengungkapkan bahwa mereka dipaksa bekerja sebagai operator scam (penipuan daring), menargetkan warga negara asing dari berbagai negara seperti Iran, Rusia, dan Turki. Modus yang digunakan adalah love scamming, yaitu membangun hubungan romantis palsu untuk menguras uang korban.
"Kami membuat orang-orang ini jatuh cinta kepada model yang kami pekerjakan. Setelah itu, kami menguras uang mereka, menipu mereka dengan tautan online yang kami berikan," jelasnya.
Ariawan dipaksa bekerja hingga 16 jam sehari dengan target mencapai 120.000 dollar AS. Awalnya, ia menolak untuk melakukan penipuan tersebut. Akibatnya, ia mengalami penyiksaan brutal.
"Selama seminggu saya disiksa, disetrum, dan dipukul dengan tongkat baseball," ungkapnya.
Penyiksaan tersebut terus berlanjut selama berbulan-bulan, terutama jika target tidak tercapai. Pada tanggal 16 Februari 2025, Ariawan dan Nengah Sunaria memberanikan diri untuk melarikan diri. Namun, saat berhasil mencapai gerbang perusahaan, mereka tertangkap dan nyaris ditembak dengan senjata AK-47. Beruntung, seorang tentara pemberontak yang kebetulan melintas membawa mereka ke posko penampungan.
Setelah beberapa minggu berada di posko penampungan, mereka akhirnya dijemput oleh pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon. Ariawan dan ratusan korban TPPO lainnya kemudian dievakuasi dari Myanmar ke Thailand, dan diterbangkan ke Jakarta pada tanggal 19 Maret 2025. Setelah melalui proses pemeriksaan, Ariawan dan Sunaria dipulangkan ke Bali pada Jumat (21/3/2025) dan diserahkan kepada pihak keluarga di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Pelajaran Berharga dari Pengalaman Pahit
Kisah Ariawan menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi mereka yang bermimpi untuk bekerja di luar negeri. Penting untuk selalu berhati-hati dan waspada terhadap tawaran pekerjaan yang terlalu menggiurkan, serta melakukan pengecekan dan verifikasi yang mendalam terhadap perusahaan atau agen penyalur tenaga kerja yang menawarkan pekerjaan tersebut. Selain itu, pemerintah dan aparat penegak hukum juga perlu meningkatkan upaya pencegahan dan penindakan terhadap TPPO, serta memberikan perlindungan yang lebih baik kepada WNI yang bekerja di luar negeri.