Banjir Parah Lumpuhkan Bekasi: Sistem Drainase dan Tata Kota Dipertanyakan

Banjir Parah Lumpuhkan Bekasi: Sistem Drainase dan Tata Kota Dipertanyakan

Banjir besar yang melanda Kota Bekasi pada awal Maret 2025 telah mengakibatkan lumpuhnya aktivitas warga dan menimbulkan kerugian signifikan. Kejadian ini, yang oleh Wali Kota Tri Adhianto disebut sebagai banjir terparah dalam sejarah, menimbulkan pertanyaan serius terkait penataan tata kota dan sistem drainase di wilayah tersebut. Menurut Yayat Supriatna, pengamat tata kota Universitas Trisakti, salah satu penyebab utama banjir adalah kesamaan ketinggian antara permukaan sungai dan jalan raya di Kota Bekasi.

"Jika kondisi di tahun 2025 lebih parah dari tahun 2020, berarti ada masalah di Bekasi," ujar Yayat dalam wawancara dengan Kompas.com pada Rabu, 5 Maret 2025. Ia menekankan bahwa luapan sedikit saja dari sungai, terutama akibat curah hujan ekstrem di daerah aliran sungai (DAS) Cikeas Cileungsi yang bermuara ke Kali Bekasi, langsung mengakibatkan banjir besar. Kondisi ini membuat pusat kota Bekasi praktis lumpuh total.

Yayat juga memperingatkan potensi banjir ekstrem di Kabupaten Bekasi, mengingat Kali Bekasi bermuara di Muara Gembong. Ia menekankan perlunya penataan ulang mitigasi bencana di Jabodetabek secara menyeluruh. Solusi yang diusulkan meliputi pembuatan masterplan pengendalian banjir untuk setiap wilayah di Jabodetabek, termasuk Kota Bekasi, serta peninggian tanggul di Kota Bekasi untuk mengantisipasi intensitas curah hujan tinggi. Selain itu, operasi modifikasi cuaca diharapkan dapat terus dilakukan untuk mengurangi intensitas hujan di wilayah rawan banjir.

Wali Kota Tri Adhianto menegaskan bahwa banjir tersebut di luar prediksi dan telah merendam tujuh dari dua belas kecamatan di Kota Bekasi, yaitu:

  • Jatiasih
  • Bekasi Selatan
  • Bekasi Timur
  • Bekasi Utara
  • Bantar Gebang
  • Pondok Gede
  • Rawa Lumbu

Wali kota juga menyatakan bahwa peningkatan ketinggian air telah terpantau sejak Senin malam, dengan ketinggian air mencapai hampir 600 cm pada pukul 02.00 WIB, melebihi level tertinggi biasanya yaitu 560 cm. Ia menambahkan bahwa air pasang laut juga menjadi salah satu faktor penyebab lambatnya surutnya air banjir.

Kesimpulannya, bencana banjir di Bekasi bukanlah sekadar peristiwa alam, melainkan juga cerminan dari kekurangan dalam perencanaan tata kota dan sistem manajemen bencana. Pembenahan sistem drainase, pembuatan masterplan pengendalian banjir, peninggian tanggul, dan peran modifikasi cuaca menjadi hal krusial untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang. Perhatian serius dari pemerintah daerah dan pusat sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif dan berkelanjutan.