Sengketa Satelit: Kejaksaan Agung Intensifkan Upaya Hukum Terhadap Navayo International AG
Kejaksaan Agung Intensifkan Upaya Hukum Terhadap Navayo International AG
Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) terus mengintensifkan upaya hukum terkait sengketa antara pemerintah RI dan Navayo International AG, perusahaan yang berbasis di Liechtenstein. Kasus ini bermula dari sengketa sewa satelit antara Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI dan Navayo pada tahun 2015, yang berujung pada kekalahan Kemhan di arbitrase internasional.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidikan perkara ini terus berjalan. Tim penyidik koneksitas dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) telah mengumpulkan berbagai bukti, termasuk keterangan saksi dari pihak militer dan sipil, penyitaan barang bukti, dan pemeriksaan ahli.
"Saat ini, penyidikan perkara Navayo International AG terkait kasus sengketa dengan pemerintah RI sedang berproses. Penyidik koneksitas Jampidmil telah melakukan pengumpulan bukti-bukti, seperti pemeriksaan saksi dari pihak militer dan sipil, penyitaan barang bukti, dan pemeriksaan ahli," ujar Harli kepada wartawan.
Pemanggilan dan Kendala Pemeriksaan
Salah satu kendala utama dalam proses penyidikan ini adalah ketidakhadiran pihak Navayo dalam panggilan pemeriksaan. Harli menjelaskan bahwa Kejagung telah berupaya memanggil pihak Navayo yang berlokasi di Hungaria melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Namun, panggilan tersebut tidak diindahkan.
"Pihak Navayo yang berlokasi di negara Hungaria setelah dilakukan beberapa kali pemanggilan sebagai saksi oleh penyidik melalui pihak Kemenlu ternyata pihak Navayo tidak mengindahkan panggilan tersebut," tegas Harli.
Meskipun demikian, Kejagung tidak akan berhenti. Harli menyatakan bahwa langkah-langkah hukum selanjutnya akan diambil setelah dilakukan gelar perkara. Kemungkinan pemeriksaan secara in absentia atau penetapan tersangka juga akan dipertimbangkan setelah gelar perkara dilakukan.
Akar Masalah dan Potensi Kerugian Negara
Sengketa antara Kemhan dan Navayo berawal dari perjanjian sewa satelit untuk mengisi kekosongan slot orbit 1230 BT pada tahun 2015. Kemhan kemudian memilih untuk tidak membayar biaya sewa, yang berujung pada gugatan oleh Navayo dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD di International Chambers of Commerce (ICC) Singapore. ICC mengabulkan gugatan tersebut dan menghukum Kemhan membayar denda sebesar USD 103.610.427.89.
Pada tahun 2022, Navayo mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris. Pengadilan Prancis kemudian memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris, termasuk rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.
Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra sebelumnya telah menyampaikan bahwa penyitaan aset negara di luar negeri menyalahi Konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik. Pemerintah akan berupaya menghambat eksekusi tersebut.
Yusril juga menyoroti adanya indikasi tindak pidana terkait persoalan dengan Navayo. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Navayo diduga melakukan wanprestasi karena pekerjaan yang dilakukan hanya senilai Rp 1,9 miliar, jauh dari yang diperjanjikan dengan Kemhan.
Langkah Selanjutnya: Penetapan Tersangka dan Bantuan Interpol
Berdasarkan hasil rapat koordinasi, pemerintah berencana menyampaikan permasalahan Navayo kepada Presiden Prabowo Subianto. Disepakati pula bahwa Navayo akan ditetapkan sebagai tersangka jika terdapat cukup bukti. Pemerintah juga akan meminta bantuan Interpol untuk menangkap dan membawa pihak Navayo ke Indonesia untuk diadili dalam kasus dugaan korupsi.
"Dan kita minta kepada Interpol untuk mengejar yang bersangkutan agar ditangkap dan dibawa ke Indonesia untuk diadili dalam kasus korupsi sehingga masalah ini tidak menjadi beban bagi kita. Kalau memang ternyata di balik semua ini ada korupsi, kenapa pemerintah Indonesia harus membayar kompensasi begitu besar kepada pihak Navayo?" imbuh Yusril.