Kebijakan Luar Negeri Trump: Ancaman bagi Eropa dan Tatanan Dunia Pasca Perang Dingin?

Kebijakan Luar Negeri Trump: Ancaman bagi Eropa dan Tatanan Dunia Pasca Perang Dingin?

Administrasi Trump menandai babak baru yang mengkhawatirkan dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat, ditandai dengan perlakuan yang secara terang-terangan merendahkan terhadap sekutu-sekutu lama di Eropa dan Ukraina, sementara secara bersamaan menunjukkan sikap lunak terhadap Rusia. Perubahan arah kebijakan ini, yang sebelumnya dianggap mustahil, kini menjadi kenyataan yang nyata dan menimbulkan kekhawatiran global yang mendalam. Ketidakpastian ini memaksa Eropa dan Ukraina untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan bahwa Washington tidak lagi dapat diandalkan sebagai sekutu utama, menjungkirbalikkan keseimbangan geopolitik yang telah terbangun selama puluhan tahun.

Janji perlindungan Amerika Serikat kepada Ukraina, yang diberikan setelah Kyiv menyerahkan senjata nuklirnya kepada Rusia tiga dekade lalu dengan jaminan keamanan dari Moskow dan Washington, kini tampak rapuh. Meskipun AS menjadi pemasok utama persenjataan bagi Ukraina selama invasi Rusia tahun 2021, percekcokan publik antara Presiden Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih berujung pada penghentian pengiriman senjata. Hal ini memicu kekhawatiran akan pengingkaran perjanjian dan solidaritas transatlantik, memicu spekulasi luas mengenai tujuan sebenarnya dari kebijakan luar negeri Trump.

Pernyataan-pernyataan kontroversial Presiden Trump, seperti pernyataannya bahwa “Uni Eropa diciptakan untuk mengacaukan AS,” dan perlakuan kasar terhadap Presiden Zelensky dalam siaran televisi, semakin memperkuat persepsi bahwa pemerintahan Trump bersedia mengorbankan Ukraina demi mendekati Rusia. Alih-alih melibatkan sekutu lama, Trump malah memilih jalur permusuhan terhadap Eropa. Insiden di Gedung Oval tersebut tidak hanya menjadi pertikaian antar pemimpin, tetapi menandakan pergeseran signifikan dalam orientasi AS menjauh dari Eropa. Para ahli memperingatkan bahwa jaminan keamanan AS, tidak hanya untuk Ukraina tetapi juga untuk NATO, tidak dapat lagi dianggap enteng.

Para pengamat internasional melihat tindakan Trump sebagai ancaman terhadap tatanan dunia pasca Perang Dunia Kedua. Sejarawan Jerman Norbert Frei bahkan menyebutnya sebagai titik balik sejarah, mengingatkan pada dominasi tiga kekuatan besar: Trump, Xi Jinping, dan Vladimir Putin. Frei menekankan bahwa Trump sedang menyingkirkan sekutu sejati AS, yaitu Eropa, memaksa Benua Biru untuk berdiri sendiri dalam menghadapi tantangan geopolitik yang semakin kompleks.

Eropa pun merespon dengan melakukan konsultasi diplomatik di London dan Brussels untuk mencari solusi bersama. Para ahli politik seperti Mikhail Alexseev dari Universitas Negeri San Diego memprediksi perubahan besar dalam politik dunia, mengingatkan bahwa keretakan dalam hubungan transatlantik ini tidak dapat lagi dianggap remeh. Sementara itu, Laura von Daniels dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan (SWP) mengatakan bahwa meskipun hubungan transatlantik akan tegang, Trump tidak akan langsung memutuskan hubungan dengan Eropa karena pertimbangan ekonomi, terutama terkait dengan pasar gas alam cair (LNG).

Namun, ancaman ekonomi tetap ada, dengan Trump menerapkan tarif hukuman pada baja, aluminium, dan kemungkinan besar pada mobil-mobil Eropa. Tujuannya jelas: menyeimbangkan neraca perdagangan yang sangat menguntungkan Eropa. Mantan Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel, bahkan menuduh Trump ingin melemahkan atau bahkan menghancurkan Eropa karena kekuatannya jika bersatu. Gabriel juga membandingkan rencana pembicaraan Trump-Putin sebagai “Yalta 2.0,” di mana kekuatan besar membagi-bagi wilayah kekuasaan, meninggalkan negara-negara kecil untuk berjuang sendiri.

Konsekuensi dari kebijakan Trump ini sangat serius. Institute for the Study of War memperingatkan bahwa penghentian bantuan AS kepada Ukraina dapat meningkatkan peluang kemenangan Rusia, yang dapat meningkatkan ambisi Putin untuk meluaskan pengaruhnya ke negara-negara bekas Uni Soviet, termasuk anggota NATO. Mundurnya AS dari konflik ini dapat berdampak luas, melemahkan pengaruh global Washington dan memperkuat dominasi Rusia di kawasan tersebut.

Kesimpulannya, kebijakan luar negeri Trump merupakan tantangan besar bagi Eropa dan tatanan dunia pasca Perang Dingin. Ketidakpastian dan pergeseran keseimbangan kekuatan global menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang masa depan hubungan transatlantik dan stabilitas kawasan.