Kontroversi di Damkar Depok: Petugas 'Whistleblower' Sandi Butar Butar Terima Rentetan Sanksi Pasca-Reintegrasi

Sandi Butar Butar Dihujani Surat Peringatan Setelah Kembali Bertugas di Damkar Depok

Sandi Butar Butar, petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Depok yang sempat viral karena mengungkap kondisi fasilitas yang memprihatinkan, kembali menjadi sorotan. Baru beberapa pekan bertugas kembali di Dinas Pemadam Kebakaran Depok, Sandi mengaku telah menerima empat surat peringatan (SP). Hal ini memicu pertanyaan tentang perlakuan yang diterimanya pasca-reintegrasi.

Sandi sebelumnya sempat mengalami kendala dalam perpanjangan kontrak kerja setelah video yang menunjukkan kerusakan alat operasional Damkar Depok tersebar luas di media sosial. Kontroversi ini menarik perhatian publik dan memicu diskusi tentang transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan fasilitas publik.

"Iya betul. Saya baru masuk tanggal 10 Maret, tapi sudah mendapat SP sebanyak empat surat," ungkap Sandi kepada awak media pada Minggu (23/3/2025), mengkonfirmasi kabar yang beredar.

Rincian Pelanggaran yang Dituduhkan

Salah satu surat peringatan yang dilayangkan kepada Sandi, bernomor 800/30 BJS, menudingnya melanggar Pasal 10 Ayat G dalam Surat Perjanjian Kontrak. Pasal ini secara tegas melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi atau kelompok tanpa mendapatkan izin resmi dari pimpinan yang berwenang. Dalam surat tersebut, Sandi dituduh mengoperasikan unit tempur milik Mako Kembang tanpa izin pada tanggal 18 Maret 2025.

Surat peringatan tersebut diterbitkan secara resmi oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bojongsari. Surat itu ditandatangani langsung oleh Kepala UPT Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kecamatan Bojongsari, Munadi, yang menegaskan keseriusan pihak dinas dalam menindak pelanggaran disiplin.

"Kami memberi peringatan kepada saudara Sandi Butar Butar, status PKTT, karena telah melanggar Surat Perjanjian Kontrak Pasal 10 ayat g (Memakai fasilitas Kantor Dinas untuk kepentingan tertentu tanpa seizin pimpinan), hari Selasa tanggal 18 Maret 2025, mengoperasikan unit tempur milik mako kembang," bunyi keterangan dalam surat peringatan tersebut.

Bantahan dan Pembelaan Sandi Butar Butar

Menanggapi tuduhan tersebut, Sandi Butar Butar dengan tegas membantahnya. Ia berdalih bahwa tindakannya semata-mata didorong oleh rasa solidaritas dan keinginan untuk membantu rekan-rekannya dalam memadamkan kebakaran yang terjadi.

"Karena membantu teman pas kebakaran. Mengontrol jaga mesin mobil. Di SP padahal setiap anggota pemadam saling bantu sudah lumrah," jelas Sandi, menekankan bahwa tindakan saling membantu antar anggota pemadam kebakaran adalah hal yang lazim dan seharusnya tidak dipermasalahkan.

Keluhan Tentang Perlakuan Diskriminatif

Lebih lanjut, Sandi mengungkapkan bahwa sejak awal kembali bekerja di Damkar Depok, ia merasa diperlakukan secara diskriminatif. Ia mengeluhkan kesulitan terkait penempatan lokasi kerja dan aturan apel yang menurutnya tidak adil.

"Waktu pas awal saya masuk, saya ditempatkan di Bojongsari. Saya sudah bilang, saya tidak ada kendaraan dan pasti naik ojek. Mereka bilang iya, tapi faktanya enggak. Karena saya enggak ikut apel, saya minta keringanan waktu itu, dan mereka bilang sudah disiapkan. Tapi ternyata tetap di-SP," papar Sandi.

Dugaan Praktik Korupsi dan Ancaman Pemotongan Gaji

Tidak hanya itu, Sandi juga menuding adanya indikasi praktik korupsi dalam pengelolaan uang makan dan hak-hak anggota Damkar Depok. Ia bahkan mengaku sempat mendapatkan tawaran untuk 'bekerja sama' dengan imbalan uang tambahan sebesar Rp500 ribu per bulan, dengan syarat tidak membahas masalah tersebut. Namun, tawaran tersebut ia tolak mentah-mentah.

"Saya hanya berkata kepada mereka, kalau hak anggota saya tidak mau. Sisanya, saya tutup mata, saya tidak mau yang penting hak anggota diberikan, Bang," tegas Sandi.

Akibat penolakannya tersebut, Sandi mengaku mendapatkan ancaman berupa pemotongan gaji dan tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) yang seharusnya menjadi haknya.

"Terbukti sekarang, saya tidak mendapatkan gaji penuh. Mereka bilang karena saya baru masuk. Saya di PKWT, gaji itu Rp 3,4 juta. Sekarang saya menerima hanya Rp 1,9 juta. Dan THR pun saya tidak mendapatkan," keluh Sandi, mengungkapkan kekecewaannya atas perlakuan yang diterimanya.

Kasus yang menimpa Sandi Butar Butar ini kembali membuka diskusi tentang transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan terhadap whistleblower di lingkungan pemerintahan. Pihak terkait diharapkan dapat melakukan investigasi mendalam dan mengambil tindakan yang adil untuk menyelesaikan permasalahan ini.