Menanti Bedug Maghrib Bersama Kera: Tradisi Ngabuburit Unik di Petilasan Sunan Kalijaga, Cirebon

markdown Menjelang waktu berbuka puasa atau yang lebih dikenal dengan istilah ngabuburit, masyarakat Cirebon memiliki beragam cara untuk mengisi waktu luang. Salah satu tradisi unik yang banyak digemari adalah menghabiskan sore di sekitar Petilasan Sunan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti. Bukan hanya untuk berziarah, daya tarik utama tempat ini adalah kawanan monyet liar yang menghuni area tersebut.

Atraksi Monyet yang Menghibur

Setiap sore di bulan Ramadan, Petilasan Sunan Kalijaga dipadati pengunjung dari berbagai kalangan usia. Keluarga dengan anak-anak kecil tampak antusias menyaksikan tingkah polah monyet-monyet tersebut. Beberapa pengunjung terlihat duduk santai di atas motor mereka, sementara yang lain memilih untuk mendekat dan mengabadikan momen tersebut dengan kamera ponsel. Suasana semakin hidup dengan suara riang anak-anak yang terkagum-kagum melihat monyet berlarian, memanjat pohon, dan mencari makan.

Salah seorang pengunjung setia, Warya (53), mengaku sering mengajak kedua keponakannya untuk ngabuburit di Petilasan Sunan Kalijaga. Selain lokasinya yang dekat dengan rumah, alasan utama Warya memilih tempat ini adalah karena gratis. Ia menambahkan, selain menonton monyet, beberapa pengunjung juga menyempatkan diri untuk berziarah di petilasan.

"Iya datang sama ponakan dua, nunggu waktu buka saja sambil hibur anak-anak," ujar Warya. "Kadang ada juga yang ziarah ke dalam, di dalam kan ada petilasan. Monyetnya mah jinak, cuman hati-hati kalau bawa makanan."

Pengunjung lain, Nuryani (46), juga mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, kawasan Petilasan Sunan Kalijaga selalu ramai dikunjungi saat bulan Ramadan, terutama oleh keluarga yang membawa anak kecil. Kehadiran monyet-monyet tersebut menjadi hiburan tersendiri bagi para pengunjung.

"Iya tiap sore emang di sini ramai kalau puasa, pada lihatin monyet, hiburin anak-anak, apalagi kalau lebaran tuh, di sini nambah ramai banyak pedagang," kata Nuryani.

Selain kendaraan pribadi, odong-odong juga menjadi salah satu moda transportasi favorit para pengunjung untuk mencapai Petilasan Sunan Kalijaga. Kehadiran odong-odong menambah semarak suasana ngabuburit di tempat ini.

Asal Usul Monyet: Mitos Santri Pembangkang

Keberadaan monyet di Petilasan Sunan Kalijaga tidak bisa dilepaskan dari sebuah mitos yang berkembang di masyarakat. Menurut juru kunci petilasan, Raden Edi, konon monyet-monyet tersebut merupakan jelmaan dari murid Sunan Kalijaga yang bandel.

Dikisahkan, suatu ketika Sunan Kalijaga hendak melaksanakan salat Jumat. Namun, ia mendapati beberapa muridnya menghilang. Setelah diselidiki, ternyata para murid tersebut asyik memancing di sungai dan mengabaikan panggilan salat. Merasa kecewa dengan perilaku murid-muridnya, Sunan Kalijaga kemudian mengubah mereka menjadi monyet sebagai hukuman.

Edi menjelaskan, awalnya jumlah monyet tersebut berjumlah 99 ekor, sesuai dengan jumlah santri yang membangkang. Seiring berjalannya waktu, populasi monyet tersebut terus bertambah hingga mencapai sekitar 150 ekor.

"Pelajaran yang dapat diambil dari mitos asal usul monyet di Petilasan Sunan Kalijaga adalah agar tidak jadi orang munafik seperti para murid Sunan Kalijaga," pesan Edi. "Di mana, di depan Sunan Kalijaga terlihat baik, tapi di belakang malah sebaliknya."

Tradisi ngabuburit di Petilasan Sunan Kalijaga bukan hanya sekadar cara untuk mengisi waktu luang menunggu adzan Maghrib. Lebih dari itu, kegiatan ini juga menjadi ajang rekreasi murah meriah, sarana edukasi bagi anak-anak, dan pengingat akan pentingnya menjaga diri dari perilaku munafik.