Pelestarian Tradisi Baguba di Sumbawa: Ngabuburit Edukatif untuk Pembentukan Karakter Anak
Pelestarian Tradisi Baguba di Sumbawa: Ngabuburit Edukatif untuk Pembentukan Karakter Anak
Di Dusun Matemega, Desa Marente, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sebuah tradisi unik bernama Baguba, atau beduk dadakan, tetap lestari. Pada Selasa sore, 4 Maret 2025, pemandangan anak-anak muda yang memainkan beduk dengan irama teratur di masjid setempat menjadi bukti nyata pelestarian tradisi ini. Berbeda dari praktik umum di sebagian besar wilayah, di Matemega, tradisi Baguba tak hanya melibatkan pengurus masjid dan orang dewasa, namun juga anak-anak, menjadikan momen ngabuburit menjelang berbuka puasa Ramadhan sebagai sarana edukasi karakter yang efektif.
Kepala Desa Marente, Khaeruddin, menjelaskan bahwa keterlibatan anak-anak dalam tradisi Baguba memiliki tujuan ganda. Pertama, sebagai aktivitas ngabuburit yang menyenangkan dan bermanfaat. Kedua, dan yang tak kalah penting, sebagai metode pembelajaran karakter yang unik. “Menabuh beduk melatih kesabaran anak-anak dalam menunggu waktu berbuka,” ujar Khaeruddin. Proses pembelajarannya pun terstruktur; anak-anak dibimbing oleh pengurus masjid dan tokoh agama setempat. Mereka diajarkan irama dan teknik menabuh beduk yang tepat, memperoleh contoh terlebih dahulu sebelum berlatih secara langsung. Lebih dari sekadar hiburan, kegiatan ini juga mempererat tali silaturahmi dan memperkuat ikatan persaudaraan antarwarga.
Tradisi Baguba, yang konon telah berlangsung selama ratusan tahun sejak masa penyebaran agama Islam di Sumbawa, memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat setempat. Bunyi beduk yang berirama, dimulai dari lambat dan kemudian semakin cepat, tak hanya menjadi pengiring waktu menunggu berbuka puasa, namun juga menjadi pengumuman kedatangan bulan suci Ramadhan, menandai berakhirnya bulan Sya'ban. Suara beduk juga berkumandang setiap malam menjelang sahur, sebagai pengingat bagi umat Islam untuk bersiap menjalankan ibadah puasa. Uniknya, tradisi ini hanya dijalankan selama bulan Ramadhan, menjadikannya tradisi yang sangat khas dan hanya muncul setahun sekali.
Lebih dari sekedar irama dan bunyi, Baguba di Matemega melambangkan keharmonisan antara tradisi dan pendidikan. Tradisi ini berhasil mengintegrasikan kegiatan ngabuburit dengan pembelajaran nilai-nilai karakter seperti kesabaran, kedisiplinan, dan kerja sama. Melalui keterlibatan anak-anak, tradisi Baguba di Dusun Matemega tidak hanya lestari, tetapi juga berkembang sebagai warisan budaya yang relevan dan adaptif terhadap zaman. Keterlibatan aktif anak-anak dalam kegiatan ini menunjukkan pentingnya pelestarian budaya lokal yang dipadukan dengan pendidikan karakter untuk membentuk generasi penerus yang berakhlak mulia dan cinta budaya daerah.
Manfaat dari tradisi Baguba menurut Khaeruddin:
- Melatih kesabaran anak-anak.
- Mempererat tali silaturahmi.
- Mengajarkan irama dan teknik menabuh beduk.
- Menjadi pengumuman datangnya Ramadhan dan waktu sahur.
- Menjaga kelestarian budaya lokal.
- Menjadi media edukasi karakter bagi anak-anak.
Dengan demikian, tradisi Baguba di Dusun Matemega bukan hanya sekadar kegiatan menunggu waktu berbuka puasa (ngabuburit), melainkan sebuah program edukasi karakter yang terintegrasi dengan tradisi lokal, yang patut diteladani oleh daerah lain di Indonesia.