Diduga Tolak Pungli, Gaji dan THR Petugas Damkar Depok Dipangkas?
Dugaan Pemotongan Gaji dan THR Petugas Damkar Depok Mencuat Akibat Penolakan Praktik Pungli
Kasus dugaan pemotongan gaji dan tidak dibayarkannya Tunjangan Hari Raya (THR) menimpa Sandi Butar-Butar, seorang petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Depok. Sandi menduga tindakan ini merupakan imbas dari penolakannya terhadap ajakan kerja sama yang disinyalir terkait dengan praktik pengelolaan dana yang tidak transparan.
"Saya hanya menyampaikan bahwa saya tidak ingin terlibat dalam urusan yang berkaitan dengan hak-hak anggota. Saya memilih untuk tidak mencampuri urusan lain, asalkan hak-hak anggota terpenuhi. Namun, konsekuensinya adalah ancaman pemotongan gaji dan tidak diberikannya THR," ungkap Sandi kepada awak media, beberapa waktu lalu.
Penolakan Tawaran 'Negosiasi' Berujung Sanksi
Sandi menceritakan bahwa sejak awal kembali bertugas di Damkar Depok, dirinya telah didekati untuk diajak 'bernegosiasi'. Ia diminta untuk tidak mempermasalahkan dugaan penyelewengan dana uang makan dan minum (mamin) serta hak-hak anggota lainnya. Sebagai imbalannya, Sandi dijanjikan uang bulanan sebesar Rp 500 ribu, namun tawaran tersebut ditolaknya mentah-mentah.
"Sejak awal masuk, saya diajak bicara untuk diajak bekerjasama, tidak meramaikan uang mamin, uang hak anggota," imbuhnya.
Menurut pengakuan Sandi, sebagai Pegawai Kontrak Waktu Tertentu (PKWT), ia seharusnya menerima gaji sebesar Rp 3,4 juta. Namun, ia hanya menerima Rp 1,9 juta. Selain itu, ia juga tidak mendapatkan THR, padahal rekan-rekannya menerima THR dengan total Rp 6,8 juta.
"Rekan-rekan menerima gaji dan THR dengan total Rp 6,8 juta. Saya hanya menerima Rp 1,9 juta, bahkan THR pun tidak ada. Ancaman mereka terbukti karena saya menolak ajakan kerja sama tersebut. Saya mempertanyakan hal ini kepada semua pejabat terkait, namun tidak ada jawaban yang memuaskan," keluhnya.
Rentetan Surat Peringatan dan Dugaan Tindakan Diskriminatif
Selain masalah gaji dan THR, Sandi juga mengaku telah menerima empat Surat Peringatan (SP) sejak kembali bekerja di Dinas Pemadam Kebakaran Depok. Ironisnya, Sandi sebelumnya sempat tidak diperpanjang kontraknya setelah videonya yang mengungkap kondisi alat operasional Damkar Depok yang rusak viral di media sosial. Ia kembali dipekerjakan pada 10 Maret 2025, namun justru menerima serangkaian SP. Salah satu SP diberikan karena ia dianggap mengoperasikan unit tempur tanpa izin.
"Saya baru masuk tanggal 10, tapi sudah menerima empat SP," ujarnya.
Dalam surat peringatan bernomor 800/30 BJS, Sandi dianggap melanggar Pasal 10 Ayat G dalam Surat Perjanjian Kontrak, yang melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan tertentu tanpa izin pimpinan. Sandi dituding mengoperasikan unit tempur milik Mako Kembang pada 18 Maret 2025 tanpa izin. Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala UPT Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kecamatan Bojongsari, Munadi.
Sandi membantah tuduhan tersebut dan menjelaskan bahwa ia hanya membantu rekan-rekannya saat terjadi kebakaran. Ia merasa bahwa tindakan saling membantu antar anggota pemadam adalah hal yang lumrah.
"Saya hanya membantu teman saat kebakaran, mengontrol dan menjaga mesin mobil. Padahal, saling membantu antar anggota pemadam adalah hal yang lumrah," jelasnya.
Sandi juga mengaku mendapat SP karena tidak mengikuti apel. Ia merasa dipersulit sejak awal masuk, terutama dalam penempatan lokasi kerja dan aturan apel.
"Saat awal masuk, saya ditempatkan di Bojongsari. Saya bilang saya tidak memiliki kendaraan dan pasti harus naik ojek. Mereka bilang iya, tapi faktanya tidak diberi keringanan. Karena saya tidak ikut apel, saya malah diberi SP," pungkas Sandi.
Kasus ini menjadi sorotan dan menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan di lingkungan Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok. Pihak terkait diharapkan segera memberikan klarifikasi dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang terjadi agar tidak mencoreng citra institusi.