Sengketa Lahan Keuskupan Maumere: Empat Terduga Pelaku Dilaporkan ke Polisi atas Dugaan Penyerobotan dan Provokasi
Laporan Polisi Terkait Sengketa Lahan Keuskupan Maumere Mencuat
KUPANG, NTT - Kasus sengketa lahan yang melibatkan Keuskupan Maumere di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), memasuki babak baru. Forum Komunikasi dan Advokasi Komunitas Flobamora (FKKF), yang bertindak sebagai kuasa hukum PT Krisrama, secara resmi melaporkan empat individu yang diduga sebagai dalang di balik serangkaian tindakan ilegal di lahan milik perusahaan tersebut. Laporan ini telah diajukan ke Polda NTT pada Jumat, 21 Maret 2025.
PT Krisrama, sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan Keuskupan Maumere, adalah pemilik sah lahan hak guna usaha (HGU) di wilayah Nangahale. Keempat terduga pelaku, yang diidentifikasi sebagai AJB, AT, LL, dan IN, dituduh terlibat dalam berbagai tindakan melawan hukum, termasuk penyerobotan lahan, perusakan fasilitas, penebangan pohon kelapa secara ilegal, pencurian hasil kelapa, serta tindakan pidana lainnya yang merugikan PT Krisrama.
Koordinator Kuasa Hukum PT Krisrama, Petrus Selestinus, menegaskan keseriusan pihaknya dalam menangani kasus ini. "Mereka harus menghadapi proses pidana," ujarnya kepada awak media pada Sabtu, 22 Maret 2025, menekankan perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku.
Laporan yang diajukan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTT mencakup dugaan penyerobotan lahan dan pendirian bangunan ilegal di atas lahan SHGU PT Krisrama. Tindakan ini, menurut pelapor, melanggar Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 51 Tahun 1960 serta Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Lebih lanjut, Petrus menjelaskan bahwa tindakan para terduga juga berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 28 juncto Pasal 45A UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008. Ia menyoroti aktivitas para terduga dalam membela kelompok yang mengklaim sebagai masyarakat adat, yang dinilai dilakukan dengan cara-cara yang provokatif dan tidak beradab. Petrus dengan tegas menyatakan bahwa tidak terdapat masyarakat adat maupun tanah ulayat atau tanah adat di seluruh wilayah Kabupaten Sikka.
Dugaan Provokasi dan Pemutarbalikan Fakta
Kuasa hukum PT. Krisrama juga menuding para terlapor melakukan tindakan provokatif yang menjerumuskan warga yang mengklaim sebagai masyarakat adat ke dalam aktivitas ilegal di atas tanah SHGU PT Krisrama. Ia mengkritik keras cara-cara anarkis yang digunakan dan menekankan bahwa perjuangan masyarakat adat seharusnya dilakukan dengan menjunjung tinggi adab dan melalui mekanisme yang sah, seperti lembaga adat atau pengadilan.
Petrus juga menyoroti adanya dugaan pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh para terduga, dengan menyebarkan informasi bohong yang bertujuan untuk menghasut dan memicu kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu. Ia menilai tindakan ini sebagai upaya yang tidak profesional dan berpotensi merugikan klien yang mereka bela.
Kronologi Kejadian dan Reaksi Masyarakat
Menurut kronologi yang diungkapkan, pada tanggal 18 Maret 2025, AJB diduga menggerakkan sekelompok warga untuk menduduki lahan PT Krisrama saat perusahaan tersebut sedang melakukan pemagaran. Kelompok tersebut bahkan dilaporkan membawa senjata tajam dan melakukan pengancaman terhadap pihak PT Krisrama. Atas dasar kejadian ini, Tim Kuasa Hukum PT Krisrama melaporkan seluruh dugaan tindak pidana kepada Polda NTT untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Di sisi lain, dua tokoh masyarakat Suku Goban, Muhammad Yusuf Lewor Goban dan Yustina, menyatakan bahwa masyarakat sukunya telah meninggalkan tanah HGU Krisrama. Mereka menyadari bahwa tanah Nangahale adalah milik negara yang telah menerbitkan 10 SHGU kepada PT Krisrama. "Kami tidak mau terprovokasi lagi," ujar Yustina, mencerminkan keinginan untuk menghindari konflik lebih lanjut.
Sebelumnya, sempat terjadi aksi penghadangan alat berat oleh ratusan masyarakat adat yang melakukan pembersihan bangunan di lokasi tersebut. Namun, pembersihan tetap dilakukan, dan sebanyak 101 bangunan dirobohkan, termasuk dua rumah permanen dan 95 rumah semi permanen.
Direktur PT Krisrama, Romo Epi Rimo, menjelaskan bahwa pihaknya memiliki hak untuk mengelola 325 hektar tanah eks HGU di Nangahale berdasarkan 10 sertifikat yang diterbitkan negara. Ia menegaskan bahwa pembersihan lahan tersebut merupakan bagian dari program peremajaan untuk mengganti tanaman kelapa yang sudah tua. Romo Epi juga menyampaikan rasa syukur karena sebagian besar warga bersedia membongkar rumah mereka sendiri. Ia menambahkan bahwa PT Krisrama tidak memiliki persoalan dengan siapa pun dan berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk merelokasi warga yang menetap di lokasi tersebut.