Konflik di Kongo Memanas: Uganda Klaim Ratusan Pemberontak CODECO Tewas dalam Baku Tembak di Perbatasan
Eskalasi Konflik di Kongo: Uganda Klaim Tewaskan Ratusan Pemberontak, Klaim Dibantah
Situasi keamanan di Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) kembali memanas menyusul klaim dari militer Uganda terkait operasi di wilayah perbatasan. Pasukan Pertahanan Rakyat Uganda (UPDF) menyatakan telah berhasil menewaskan ratusan anggota kelompok bersenjata Cooperative for the Development of Congo (CODECO) dalam serangkaian pertempuran yang terjadi baru-baru ini. Namun, klaim ini langsung dibantah oleh pihak pemberontak, sehingga memunculkan keraguan dan pertanyaan mengenai kebenaran informasi yang beredar.
Menurut juru bicara militer Uganda, Chris Magezi, pertempuran sengit terjadi setelah pos militer UPDF di daerah Fataki, Provinsi Ituri, diserang oleh pasukan CODECO pada Rabu dan Kamis. Magezi mengklaim bahwa dalam dua hari pertempuran tersebut, total 242 anggota CODECO tewas, dengan rincian 31 orang pada hari pertama dan 211 orang pada hari kedua. Ia juga menambahkan bahwa satu prajurit Uganda gugur dan empat lainnya mengalami luka-luka dalam pertempuran tersebut.
Namun, klaim angka korban yang tinggi ini dibantah keras oleh juru bicara CODECO, Basa Zukpa Gerson. Ia menyatakan bahwa kelompoknya hanya kehilangan dua orang dalam pertempuran tersebut. Bahkan, ia balik menuding bahwa jumlah korban dari pihak UPDF jauh lebih besar dari yang dilaporkan. Pernyataan yang saling bertentangan ini semakin memperkeruh suasana dan menyulitkan verifikasi informasi yang akurat di lapangan.
Sumber dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tidak disebutkan namanya memberikan angka yang berbeda pula. Menurut sumber tersebut, sekitar 70 anggota CODECO dan 12 tentara Uganda tewas dalam bentrokan tersebut. Perbedaan angka yang signifikan ini menunjukkan betapa sulitnya mendapatkan informasi yang terpercaya dan objektif di tengah konflik yang berkecamuk.
Menurut laporan, kontak senjata antara kedua belah pihak masih terus terjadi hingga Sabtu pagi. Situasi ini semakin meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang lebih luas dan dampaknya terhadap warga sipil yang rentan. Kelompok CODECO, yang didominasi oleh etnis Lendu, mengklaim bahwa mereka berjuang untuk melindungi petani mereka dari kelompok penggembala Hema. Kedua kelompok etnis ini telah lama berselisih, terutama terkait perebutan lahan dan sumber daya alam.
Akar Konflik yang Kompleks
Konflik di RD Kongo timur memiliki akar yang kompleks dan melibatkan berbagai faktor, termasuk persaingan etnis, perebutan sumber daya alam, dan pengaruh dari negara-negara tetangga. CODECO hanyalah salah satu dari puluhan milisi bersenjata yang beroperasi di wilayah tersebut, yang kerap terlibat dalam bentrokan memperebutkan sumber daya alam, terutama logam tambang dan emas. Selain CODECO, kelompok M23 yang didukung Rwanda juga aktif di wilayah tersebut dan terus memperluas wilayah kekuasaannya.
Konflik berkepanjangan di wilayah ini juga terkait erat dengan dampak genosida Rwanda 1994 dan persaingan memperebutkan kekayaan mineral. Sejak Perang Kongo Kedua (1998–2003) yang melibatkan berbagai negara Afrika Tengah, kawasan ini belum benar-benar pulih. Diperkirakan jutaan orang menjadi korban dalam konflik bersenjata tersebut, dan ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
Keterlibatan Uganda dan Misi Kontraterorisme
Uganda sendiri mulai mengirim pasukan ke Kongo pada tahun 2021 dengan tujuan membantu memerangi kelompok bersenjata Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), yang berafiliasi dengan ISIS. Kehadiran pasukan Uganda di Kongo merupakan bagian dari operasi kontraterorisme yang lebih luas untuk menstabilkan wilayah tersebut dan mencegah penyebaran kelompok-kelompok ekstremis.
Menurut juru bicara militer Uganda, pasukan UPDF dikerahkan ke Ituri utara beberapa minggu lalu untuk mencegah infiltrasi ADF ke wilayah tersebut dan untuk membendung arus pengungsi Kongo yang melintasi perbatasan ke Uganda. Namun, keterlibatan Uganda di Kongo juga menuai kritik dari beberapa pihak, yang khawatir akan memperburuk situasi keamanan dan meningkatkan ketegangan regional.
Dampak Kemanusiaan dan Upaya Perdamaian
Konflik yang terus berlanjut di RD Kongo timur telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah. Ratusan ribu orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka dan hidup dalam kondisi yang memprihatinkan di kamp-kamp pengungsian. Kekurangan makanan, air bersih, dan layanan kesehatan menjadi masalah utama yang dihadapi oleh para pengungsi. Selain itu, kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya juga marak terjadi di wilayah konflik.
Berbagai upaya perdamaian telah dilakukan untuk mengakhiri konflik di RD Kongo, baik oleh pemerintah Kongo sendiri maupun oleh organisasi regional dan internasional. Namun, upaya-upaya ini seringkali terhambat oleh kurangnya kepercayaan antara pihak-pihak yang bertikai, kepentingan yang berbeda, dan campur tangan dari pihak luar. Diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk mengatasi akar penyebab konflik dan menciptakan perdamaian yang abadi di RD Kongo.