Sengketa Lahan di Nangahale Memanas: PT Krisrama Laporkan Dugaan Dalang Penyerobotan ke Polda NTT

Sengketa Lahan di Nangahale Memanas: PT Krisrama Laporkan Dugaan Dalang Penyerobotan ke Polda NTT

Sengketa lahan antara PT Krisrama, perusahaan milik Keuskupan Maumere, dan sekelompok individu yang mengklaim sebagai perwakilan masyarakat adat di Nangahale, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), memasuki babak baru. Forum Komunikasi dan Advokasi Komunitas Flobamora (FKKF), yang bertindak atas nama PT Krisrama, secara resmi melaporkan empat orang yang diduga sebagai aktor intelektual di balik serangkaian tindakan ilegal di lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut ke Polda NTT pada Jumat (21/3/2025).

Keempat orang yang dilaporkan adalah Antonius Johanes Bala, seorang advokat dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN); Antonius Toni, seorang aktivis dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN); Leonardus Leo, yang mengklaim sebagai Kepala Suku Soge Natar Mage; dan Ignasius Nasi, yang mengklaim sebagai Kepala Suku Goban Runut. Mereka dituduh terlibat dalam penyerobotan lahan, perusakan fasilitas, penebangan pohon kelapa, pencurian buah kelapa, serta pelanggaran hukum lainnya di lahan HGU PT Krisrama.

"Mereka harus menghadapi proses pidana atas tindakan yang mereka lakukan," tegas Petrus Selestinus, Koordinator Kuasa Hukum PT Krisrama, kepada awak media.

Laporan yang diajukan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTT mencakup dugaan tindak pidana penyerobotan tanah dan pendirian bangunan ilegal di lahan HGU PT Krisrama. Tindakan ini diduga melanggar Pasal 2 Perppu 51/1960 dan Pasal 385 KUHP. Selain itu, Petrus Selestinus juga menuding keempatnya melanggar UU ITE Pasal 28 juncto Pasal 45A UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

PT Krisrama menuding bahwa pembelaan yang dilakukan oleh Antonius Johanes Bala dan rekan-rekannya terhadap kelompok yang mengklaim sebagai masyarakat adat dilakukan dengan cara yang tidak beradab. Mereka dituduh mengeksploitasi sekelompok orang dengan mengatasnamakan masyarakat adat, lalu memasuki lahan PT Krisrama dan mendirikan gubuk-gubuk ilegal di atas lahan HGU. Kuasa hukum PT Krisrama juga menyatakan bahwa tidak ada masyarakat adat atau tanah ulayat di seluruh wilayah Kabupaten Sikka, menyanggah klaim yang diajukan oleh kelompok tersebut.

Lebih lanjut, Petrus Selestinus menuding bahwa tindakan provokatif keempat terlapor telah memicu warga untuk merusak fasilitas PT Krisrama, sehingga menjerumuskan masyarakat yang mengklaim sebagai masyarakat adat ke dalam aktivitas ilegal di atas tanah HGU. "Cara-cara anarkis seperti ini tidak bisa ditolerir," tegasnya.

Penyelesaian Sengketa Harus Beradab

Petrus Selestinus menekankan bahwa gerakan advokasi yang benar harus mencerminkan sikap profesional dan beradab. Ia menyarankan agar masyarakat adat Flores mengedepankan adab dalam setiap interaksi dengan pihak lain dan menyelesaikan permasalahan secara bertahap, terutama dalam mengklaim hak atas tanah.

Tim Kuasa Hukum PT Krisrama juga menuding adanya pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh keempat terlapor. Mereka diduga menyebarkan informasi bohong yang menghasut dan mempengaruhi orang lain untuk menimbulkan kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu. Pada 18 Maret 2025, keempatnya diduga menggerakkan sekelompok warga untuk menduduki lahan PT Krisrama saat perusahaan tersebut sedang melakukan pemagaran lahan miliknya. Sekelompok orang tersebut datang dengan membawa senjata tajam dan mengancam pekerja PT Krisrama.

"Melihat situasi ini, pada 21 Maret 2025, kami melaporkan seluruh dugaan tindak pidana kepada Polda NTT untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut," jelas Petrus Selestinus.

Reaksi Masyarakat Suku Goban

Dua tokoh masyarakat Suku Goban, Muhammad Yusuf Lewor Goban dan Yustina, mengungkapkan bahwa masyarakat sukunya telah meninggalkan tanah HGU PT Krisrama. "Kami tidak mau terprovokasi lagi," kata Yustina. Sebelumnya, ratusan masyarakat adat sempat menghalangi alat berat yang digunakan untuk membersihkan bangunan di lokasi tersebut. Namun, pembersihan tetap dilakukan, dengan total 101 bangunan dirobohkan, termasuk dua rumah permanen dan 95 rumah semipermanen.

Penjelasan PT Krisrama

Direktur PT Krisrama, Romo Epi Rimo, menjelaskan bahwa pihaknya memiliki hak untuk mengelola 325 hektar tanah eks HGU di Nangahale berdasarkan 10 sertifikat yang diterbitkan negara. "Kami melakukan pembersihan lokasi untuk program peremajaan," ujarnya, menambahkan bahwa pembersihan tersebut telah direncanakan sejak lama dan pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada warga. Romo Epi Rimo juga menyatakan bahwa PT Krisrama tidak memiliki persoalan dengan siapa pun dan berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk relokasi warga yang menetap di lokasi tersebut. "Kami tidak bisa menunggu pemerintah lebih lama lagi," pungkasnya.

PT. Krisrama berharap masalah ini dapat segera diselesaikan secara hukum, PT. Krisrama mengklaim memiliki semua dokumen yang sah dan memiliki hak untuk mengelola tanah tersebut.