Aset Negara di Prancis Terancam Sita, Kejagung Intensifkan Pengusutan Dugaan Keterlibatan Navayo dalam Kasus Korupsi Satelit

Aset Negara Terancam Disita Akibat Sengketa dengan Navayo, Kejagung Incar Tersangka

Kasus sengketa antara Kementerian Pertahanan RI (Kemhan) dan Navayo International AG kembali mencuat, mengancam aset negara di Prancis. Kejaksaan Agung (Kejagung) kini meningkatkan intensitas pengusutan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan perusahaan asal Liechtenstein tersebut dalam proyek pengadaan satelit.

Ancaman penyitaan aset negara ini bermula dari kekalahan Kemhan dalam arbitrase di International Chambers of Commerce (ICC) Singapore. Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD memenangkan gugatan tersebut, memaksa Kemhan membayar ganti rugi ratusan miliar rupiah. Akibatnya, Navayo mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis pada tahun 2022, yang kemudian dikabulkan pada tahun 2024. Aset yang terancam disita meliputi rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI di Paris.

Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumhamipas), Yusril Ihza Mahendra, menyebut penyitaan aset diplomatik melanggar Konvensi Wina. Pemerintah Indonesia berencana melakukan upaya diplomatik untuk menghalangi eksekusi, termasuk membahas masalah ini dengan Menteri Kehakiman Prancis saat menghadiri pertemuan OECD di Paris.

Kejagung Intensifkan Penyidikan, Navayo Diduga Wanprestasi

Kejagung terus mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan satelit yang menjadi pangkal sengketa. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan penyidik koneksitas Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) telah melakukan pengumpulan bukti, termasuk pemeriksaan saksi dari pihak militer dan sipil, penyitaan barang bukti, dan pemeriksaan ahli.

Yusril Ihza Mahendra menambahkan, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Navayo diduga melakukan wanprestasi. Nilai pekerjaan yang dilakukan Navayo hanya sekitar Rp 1,9 miliar, jauh dari nilai yang diperjanjikan dengan Kemhan. Namun, Indonesia kalah dalam arbitrase dan harus membayar ganti rugi dalam jumlah besar.

Pemanggilan Diabaikan, Kejagung Pertimbangkan Penetapan Tersangka In Absentia

Proses hukum terhadap pihak Navayo terkendala karena perusahaan tersebut tidak pernah mengindahkan panggilan Kejagung. Harli Siregar menjelaskan, Navayo telah beberapa kali dipanggil sebagai saksi melalui Kementerian Luar Negeri, namun tidak pernah hadir.

Menyikapi hal ini, Kejagung berencana melakukan gelar perkara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan menetapkan Navayo sebagai tersangka in absentia. Yusril Ihza Mahendra menegaskan, jika cukup bukti, Navayo akan ditetapkan sebagai tersangka dan pemerintah akan meminta bantuan Interpol untuk menangkap dan membawa yang bersangkutan ke Indonesia untuk diadili.

"Dan kita minta kepada Interpol untuk mengejar yang bersangkutan agar ditangkap dan dibawa ke Indonesia untuk diadili dalam kasus korupsi sehingga masalah ini tidak menjadi beban bagi kita. Kalau memang ternyata di balik semua ini ada korupsi, kenapa pemerintah Indonesia harus membayar kompensasi begitu besar kepada pihak Navayo?" tutur Yusril.

Kejaksaan Agung akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan, untuk menyelesaikan kasus ini dan melindungi aset negara.