Klarifikasi Hukum Zakat Fitrah: Bolehkah Diberikan Kepada Tokoh Agama di Desa?

Zakat fitrah merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim yang mampu, dilaksanakan pada bulan Ramadan menjelang Hari Raya Idulfitri. Kewajiban zakat ini ditegaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, menjadi bagian penting dari penyucian diri dan harta. Lalu, bagaimana hukumnya jika zakat fitrah diberikan kepada tokoh agama atau kiai di lingkungan sekitar? Apakah tindakan tersebut diperbolehkan dalam syariat Islam?

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman (Al-Baqarah: 43):

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk."

Serta dalam surat At-Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits riwayat Ibnu Umar:

فَرَضَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِن تَمْرٍ أوْ صَاعًا مِن شَعِيرٍ علَى كلِّ عبدٍ و حرٍّ صَغير ذكَر أو أُنثى مِنَ المُسْلِمِينَ

Artinya: "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas setiap budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak kecil dan dewasa dari kaum Muslimin." (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).

Kriteria Penerima Zakat: Perspektif Ulama

Ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya memberikan zakat kepada tokoh agama atau kiai. Sebagian ulama berpendapat bahwa status sebagai tokoh agama tidak serta merta menjadikan seseorang berhak menerima zakat. Namun, jika tokoh agama tersebut memenuhi kriteria sebagai fakir atau miskin, maka ia berhak menerima zakat. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa zakat harus diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.

Buya Yahya, seorang ulama karismatik, menjelaskan bahwa seorang ustadz atau kiai tidak berhak menerima zakat hanya karena statusnya sebagai ustadz. Namun, jika seorang ustadz itu masuk dalam kategori fakir atau miskin, maka ia boleh menerima zakat.

"Bahaya sekali yang mengatakan ustadz boleh menerima zakat. Bahaya itu merusak. Ustadz tidak boleh menerima zakat atas nama ustadz. Tapi kalau dia seorang fakir, seperti yang disebutkan, ustadz yang fakir lebih berhak untuk Anda beri zakat. Karena dia ngurusin anak kita. Ngurusin masyarakat," ujar Buya Yahya.

Beliau juga mengingatkan bahwa jika semua ustadz kaya diberikan zakat, maka hak fakir miskin akan terabaikan. Hal ini bisa menyebabkan ketimpangan sosial, di mana hanya ustadz yang memiliki akses ke orang kaya yang menerima zakat, sedangkan fakir miskin yang sebenarnya membutuhkan justru tidak mendapat bagian.

Amil Zakat dan Batasannya

Lebih lanjut, jika seorang tokoh agama bertindak sebagai pengurus zakat (amil), ia juga tidak serta merta berhak menerima zakat dari dana yang dikelolanya. Amil zakat yang sah adalah mereka yang ditunjuk oleh pemerintah atau lembaga resmi yang diakui. Jika pengumpulan zakat dilakukan oleh panitia masjid atau kelompok masyarakat tanpa pengakuan resmi, maka mereka dianggap sebagai wakil dari pemberi zakat (muzakki), bukan amil zakat. Dalam posisi ini, mereka tidak berhak mengambil bagian dari zakat sebagai upah, kecuali jika mereka termasuk dalam kategori fakir atau miskin.

Delapan Golongan Penerima Zakat (Asnaf)

Al-Qur'an secara jelas menyebutkan delapan golongan orang yang berhak menerima zakat (asnaf) dalam surat At-Taubah ayat 60:

۞ إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya: "Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Kedelapan golongan tersebut adalah:

  • Fakir: Orang yang tidak memiliki harta dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya.
  • Miskin: Orang yang memiliki harta tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
  • Amil Zakat: Pengurus zakat yang ditunjuk oleh pemerintah atau lembaga resmi.
  • Muallaf: Orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan keimanannya.
  • Riqab: Budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri.
  • Gharim: Orang yang berutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak mampu membayarnya.
  • Fisabilillah: Orang yang berjuang di jalan Allah, seperti untuk pendidikan, dakwah, atau jihad.
  • Ibnu Sabil: Musafir yang kehabisan bekal di perjalanan.

Dengan memahami kriteria dan batasan-batasan ini, umat Muslim diharapkan dapat menyalurkan zakat fitrah secara tepat sasaran, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi mereka yang berhak menerimanya.