Gugatan UU TNI ke MK: CSIS Soroti Proses Pembentukan yang Diduga Cacat Prosedur
Gugatan UU TNI ke MK: CSIS Soroti Proses Pembentukan yang Diduga Cacat Prosedur
Gugatan uji materi terhadap revisi Undang-Undang (UU) TNI yang dilayangkan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sebagai langkah yang masuk akal. Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, berpendapat bahwa proses penyusunan UU tersebut diduga belum memenuhi standar pembentukan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Proses Pembentukan UU TNI Dipertanyakan
Arya Fernandes menjelaskan bahwa terdapat indikasi kuat proses pembahasan dan pembentukan UU TNI tidak sesuai dengan standar yang diatur dalam regulasi, termasuk Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), serta peraturan tata tertib DPR. Ketidaksesuaian ini membuka peluang bagi masyarakat sipil lainnya untuk turut mengajukan gugatan serupa.
"Gugatan ini masuk akal karena proses pembentukan undang-undang ini belum memenuhi standar pembuatan undang-undang yang diatur secara ketat dalam regulasi," ujar Arya di Kantor CSIS, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Namun, Arya menekankan pentingnya argumen hukum yang kuat dari para penggugat agar hakim MK dapat memberikan pertimbangan hukum yang sesuai. MK akan fokus pada dua aspek utama, yaitu apakah UU telah memenuhi proses dan muatan materi, serta apakah UU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Independensi MK Diuji
Menanggapi dukungan penuh pemerintah terhadap revisi UU TNI, Arya meyakini bahwa MK akan tetap bersikap independen dalam menangani gugatan ini. Ia merujuk pada beberapa keputusan MK setelah Pilpres 2024 yang menunjukkan independensi lembaga tersebut.
"Saya kira terutama setelah Pilpres, itu ada indikasi MK-nya semakin lebih independen. Artinya, beberapa keputusan terakhir itu menunjukkan posisi MK yang mulai independen, tidak terpengaruh pada proses-proses atau proses-proses politik yang terjadi," katanya.
Arya mengajak semua pihak untuk menunggu jalannya persidangan di MK terkait isu ini.
Gugatan Mahasiswa UI
Sebelumnya, tujuh mahasiswa Fakultas Hukum UI mengajukan gugatan ke MK terkait revisi UU TNI yang disahkan DPR RI pada Kamis (20/3/2025). Kuasa hukum pemohon, Abu Rizal Biladina, menyatakan bahwa gugatan dilayangkan karena adanya kecacatan prosedural dalam revisi UU TNI, sehingga undang-undang tersebut dianggap inkonstitusional secara formal.
Pokok Permohonan Mahasiswa UI:
Para pemohon mengajukan lima poin permohonan kepada MK:
- Mengabulkan seluruh permohonan.
- Menyatakan UU TNI yang baru disahkan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
- Menyatakan UU tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945.
- Menghapus norma baru dalam UU TNI yang baru disahkan dan mengembalikan norma lama sebelum revisi.
- Memerintahkan keputusan dimuat ke dalam berita negara.
"Alasan kami menguji itu karena kami melihat ada kecacatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan a quo. Jadi, sehingga ya kami menyatakan bahwasanya Undang-Undang tersebut inkonstitusional secara formal," kata Rizal saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Gugatan ini menjadi sorotan karena menyoroti potensi masalah dalam proses legislasi dan independensi lembaga peradilan dalam mengawal konstitusi.