Asosiasi Ojol Geram: Aplikator Diduga 'Kibuli' Presiden Soal THR Pengemudi

Asosiasi Ojek Online Garda Indonesia Murka: Aplikator Dituding Manipulasi Informasi THR kepada Presiden Prabowo

Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia melayangkan protes keras terhadap sejumlah perusahaan aplikasi ride-hailing terkait pemberian Bonus Hari Raya (BHR) atau yang lebih dikenal dengan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pengemudi mitra. Kegeraman ini dipicu oleh laporan yang menyebutkan bahwa banyak pengemudi hanya menerima THR sebesar Rp 50 ribu, jauh di bawah ekspektasi dan bahkan diduga tidak sesuai dengan informasi yang disampaikan perusahaan aplikator kepada Presiden Prabowo Subianto.

Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, dengan tegas mengecam tindakan perusahaan aplikasi yang dianggap tidak mengindahkan Surat Edaran Kementerian Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi. Igun menuding perusahaan-perusahaan tersebut telah melakukan pembohongan terhadap Presiden RI.

"Kami sangat menyayangkan tindakan perusahaan aplikasi yang terkesan menipu Presiden RI. Mereka mengklaim memberikan BHR kepada pengemudi ojol dengan nilai yang signifikan, bahkan mendekati Rp 1 juta. Namun, kenyataannya di lapangan, banyak pengemudi hanya menerima Rp 50 ribu saja," ungkap Igun.

Igun menambahkan, mengacu pada aturan yang berlaku, seharusnya mitra pengemudi berhak menerima BHR sebesar 20% dari total penghasilan bulanan selama satu tahun terakhir. Dengan THR sebesar Rp 50 ribu, berarti pengemudi hanya menghasilkan Rp 250 ribu per bulan, sebuah angka yang dianggap sangat tidak manusiawi mengingat beratnya pekerjaan dan risiko yang dihadapi pengemudi ojol.

"Lembaga kepresidenan seolah dipermainkan, kementerian tidak diindahkan, dan para pengemudi ojol di seluruh Indonesia diperlakukan seperti pengemis BHR. Jika kondisi ini terus berlanjut, kami akan menggalang kekuatan seluruh pengemudi ojol di Indonesia untuk melawan kesewenang-wenangan aplikator," tegas Igun.

Kekecewaan para pengemudi ojol terkait nominal THR yang minim memang ramai diperbincangkan di media sosial. Bahkan, banyak pengemudi yang mengaku menerima THR dengan nominal yang jauh lebih rendah dari Rp 50 ribu.

Salah satu perusahaan aplikasi, Gojek, menjelaskan bahwa pemberian BHR kepada mitra pengemudi didasarkan pada beberapa kategori, yaitu:

  • Mitra Juara Utama
  • Mitra Juara
  • Mitra Unggulan
  • Mitra Andalan
  • Mitra Harapan

Chief of Public Policy & Government Relations GoTo, Ade Mulya, menjelaskan bahwa mitra dalam kategori Mitra Juara Utama mendapatkan BHR yang dihitung sekitar 20% dari rata-rata penghasilan bersih di kategori tersebut. Besaran BHR tertinggi yang diterima adalah Rp 900 ribu untuk mitra roda dua dan Rp 1.600.000 untuk mitra roda empat. Namun, sistem kategori ini juga menuai kritik karena dianggap tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kecemburuan di antara para pengemudi.

Persoalan THR ini menjadi isu krusial yang menyoroti relasi antara aplikator dan pengemudi ojol. Asosiasi seperti Garda Indonesia menuntut adanya transparansi dan keadilan dalam sistem pembagian THR, serta meminta pemerintah untuk lebih tegas dalam mengawasi praktik-praktik yang merugikan pengemudi. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya perlindungan hak-hak pekerja di sektor informal, khususnya mereka yang bekerja di bawah naungan platform digital.

Daftar Kata Kunci:

  • Ojek Online (Ojol)
  • Bonus Hari Raya (BHR)
  • Tunjangan Hari Raya (THR)
  • Aplikator
  • Garda Indonesia
  • Raden Igun Wicaksono
  • Presiden Prabowo Subianto
  • Kementerian Ketenagakerjaan
  • Surat Edaran
  • Mitra Pengemudi
  • Gojek
  • Ade Mulya
  • Kategori Mitra
  • Penghasilan
  • Keadilan
  • Transparansi
  • Hak Pekerja
  • Sektor Informal
  • Platform Digital