RUU TNI Disahkan: Supremasi Sipil Terancam, Ketergantungan Pemerintah pada Militer Meningkat?
RUU TNI yang Disahkan Picu Kekhawatiran Supremasi Sipil
Pengesahan revisi Undang-Undang TNI (UU TNI) menjadi undang-undang oleh DPR RI pada Kamis (20/3/2025) lalu, terus menuai sorotan tajam. Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, menyampaikan kekhawatirannya terkait implikasi revisi UU tersebut terhadap supremasi sipil di Indonesia. Menurutnya, perluasan penempatan personel TNI aktif di berbagai kementerian dan lembaga negara mengindikasikan adanya ketidakpercayaan pemerintah terhadap kemampuan birokrasi sipil.
Pemerintah Dianggap Kurang Percaya pada Sipil
"Pemerintah hari ini sepertinya tidak percaya pada supremasi sipil, termasuk juga birokrasi sipil. Sehingga perwira-perwira militer atau prajurit-prajurit militer diintegrasikan ke dalam birokrasi sipil," ujar Nicky dalam diskusi di Kantor CSIS, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Revisi UU TNI memperluas cakupan penempatan personel TNI aktif di berbagai kementerian dan lembaga dari semula 10 menjadi 14. Hal ini, menurut Nicky, mencerminkan ketergantungan pemerintah yang semakin besar terhadap TNI. Kekhawatiran yang muncul adalah meningkatnya permintaan dari pihak militer untuk menduduki jabatan-jabatan sipil.
Potensi Masalah Profesionalisme TNI
Nicky menekankan bahwa kondisi ini berpotensi menimbulkan permasalahan serius terkait profesionalisme TNI. Seharusnya, fokus utama TNI adalah pada pertahanan dan kemiliteran, bukan mengurus hal-hal yang seharusnya menjadi ranah birokrasi sipil.
"Ini ke depan akan jadi permasalahan yang cukup serius ketika kita bicara soal profesionalisme tentara, yang harusnya tentara itu concern terhadap dimensi pertahanan, dimensi kemiliteran, tetapi dipaksa untuk mengurus hal-hal yang seharusnya diurus oleh birokrasi sipil," jelasnya.
Pengesahan RUU TNI ini menjadi sorotan karena dianggap dapat mengancam supremasi sipil yang telah dijunjung tinggi sejak era reformasi. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat mengaburkan batasan antara peran militer dan sipil, serta berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Daftar Kementerian/Lembaga yang Bertambah
Perluasan penempatan personel TNI aktif ini menambah daftar panjang kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh militer. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas dan profesionalisme birokrasi sipil, serta dampaknya terhadap tata kelola pemerintahan yang baik.
Berikut adalah poin-poin penting dalam RUU TNI yang disahkan:
- Perluasan Penempatan TNI: Jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh TNI aktif bertambah dari 10 menjadi 14.
- Ketergantungan Pemerintah: Meningkatnya ketergantungan pemerintah pada TNI dalam mengisi jabatan sipil.
- Ancaman Supremasi Sipil: Potensi terancamnya supremasi sipil yang telah diperjuangkan sejak reformasi.
- Profesionalisme TNI: Kekhawatiran terhadap penurunan profesionalisme TNI karena terlibat dalam urusan birokrasi sipil.
RUU TNI yang telah disahkan ini menuai banyak kritik dari berbagai kalangan masyarakat sipil. Mereka khawatir bahwa undang-undang ini akan mengembalikan peran militer dalam urusan sipil, seperti pada masa Orde Baru. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penjelasan yang komprehensif terkait dengan kebijakan ini, serta menjamin bahwa supremasi sipil akan tetap terjaga.