Korupsi Pengadaan Truk Basarnas: Dua Terdakwa Dihukum Penjara Atas Penyalahgunaan Dana Negara

Korupsi Pengadaan Truk Basarnas: Dua Terdakwa Dihukum Penjara Atas Penyalahgunaan Dana Negara

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa kasus korupsi terkait pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Badan SAR Nasional (Basarnas) tahun anggaran 2014. Vonis tersebut dibacakan pada Senin (24/3/2025), menandai akhir dari proses hukum yang panjang dan mengungkap penyalahgunaan dana negara dalam pengadaan peralatan penting untuk operasi penyelamatan.

Anjar Sulistiyono, mantan Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta, dengan subsider 6 bulan kurungan jika denda tidak dibayar. Sementara itu, William Widarta, Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta (subsider 9 bulan kurungan), dan wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 17.944.580.000 (subsider 3 tahun kurungan).

Majelis hakim menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Vonis ini diberikan setelah mempertimbangkan berbagai faktor yang memberatkan dan meringankan.

Pertimbangan Memberatkan dan Meringankan

Anjar Sulistiyono

Faktor yang memberatkan Anjar adalah posisinya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seharusnya menjunjung tinggi akuntabilitas dalam menjalankan tugas. Hakim juga menilai Anjar tidak efisien dan tidak bertanggung jawab sebagai PPK dalam proses pengadaan barang.

Sementara itu, hal-hal yang meringankan Anjar adalah ia belum pernah dihukum sebelumnya, tidak menikmati hasil korupsi secara langsung, bersikap sopan selama persidangan, tidak mempersulit jalannya persidangan, serta memiliki tanggungan keluarga.

William Widarta

Bagi William Widarta, faktor yang memberatkan adalah ia terbukti mendapatkan keuntungan dari tindak pidana korupsi dan tidak mengembalikan harta yang diperoleh secara sukarela sebelum putusan dibacakan.

Adapun faktor yang meringankan William adalah ia belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit jalannya persidangan, serta memiliki tanggung jawab keluarga.

Vonis yang dijatuhkan kepada William Widarta lebih berat karena ia dianggap sebagai pihak yang paling diuntungkan dalam kasus korupsi ini, dengan menerima aliran dana sebesar Rp 17,9 miliar.

Tuntutan Jaksa dan Kerugian Negara

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Anjar Sulistiyono dengan hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp 200 juta (subsider 6 bulan kurungan). William Widarta dituntut 5 tahun 8 bulan penjara, denda Rp 500 juta (subsider 9 bulan kurungan), dan uang pengganti Rp 17.944.580.000 (subsider 3 tahun kurungan).

Dalam kasus ini, selain Anjar dan William, Max Ruland Boseke juga terlibat. Ketiganya didakwa melakukan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 20,4 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas pada tahun 2014.

Jaksa KPK, Richard Marpaung, menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa dilakukan secara melawan hukum dan memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang mengakibatkan kerugian negara.

Dana yang dikorupsi tersebut seharusnya digunakan untuk meningkatkan kemampuan Basarnas dalam melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan dan penyelamatan. Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas.

Implikasi dan Pesan Moral

Kasus korupsi di Basarnas ini menimbulkan keprihatinan mendalam. Lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penyelamatan justru tercoreng oleh tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum di dalamnya. Vonis yang dijatuhkan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

Selain itu, kasus ini juga menjadi pengingat bagi seluruh ASN untuk selalu bertindak profesional, transparan, dan akuntabel dalam menjalankan tugas. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah harus dijaga dengan sebaik-baiknya, dan korupsi adalah musuh utama yang harus diperangi bersama.

Proses hukum terhadap kasus ini masih mungkin berlanjut jika para terdakwa memutuskan untuk mengajukan banding. Namun, vonis yang telah dijatuhkan menjadi bukti bahwa hukum tetap ditegakkan dan tidak ada tempat bagi koruptor di negeri ini.