Mendikdasmen Pertanyakan Polemik Keterlibatan TNI dalam Pendidikan di Wilayah Perbatasan

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Abdul Mu'ti, baru-baru ini angkat bicara mengenai kontroversi seputar keterlibatan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah yang terletak di wilayah perbatasan, termasuk di Papua. Pernyataan ini muncul sebagai respons atas berbagai pertanyaan dan kekhawatiran yang berkembang di masyarakat terkait peran TNI dalam sektor pendidikan.

Dalam keterangannya di Kantor Kemendikbudristek, Senin (24/03/2025), Abdul Mu'ti menekankan bahwa penugasan anggota TNI sebagai tenaga pengajar di wilayah perbatasan bukanlah tanpa persiapan. Pihaknya telah membekali para anggota TNI tersebut dengan pelatihan pedagogis yang memadai, guna memastikan mereka memiliki kompetensi dasar dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. "Kami berikan pelatihan untuk pedagogisnya, kalau kontennya kan mereka sudah menguasai," ujarnya, seraya menambahkan bahwa kompetensi materi pelajaran (konten) telah dikuasai oleh anggota TNI.

Lebih lanjut, Abdul Mu'ti menegaskan bahwa keterlibatan TNI dalam pendidikan di wilayah perbatasan bukanlah bentuk perangkapan jabatan sipil. Menurutnya, hal ini lebih tepat dipandang sebagai penugasan tambahan yang bersifat sukarela dan bertujuan untuk membantu mengatasi kekurangan tenaga pengajar di daerah-daerah terpencil dan rawan. Ia kemudian memberikan analogi dengan kegiatan kerja bakti yang sering dilakukan oleh TNI, yang tidak pernah dipermasalahkan oleh masyarakat. "Kan tidak menduduki jabatan, itu kan penambahan tugas. Jadi, kalau misalnya begini, ada TNI yang kerja bakti, kenapa tidak dipersoalkan?"

Mendikbudristek juga menyampaikan apresiasinya terhadap anggota TNI yang bersedia mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di wilayah perbatasan. Ia menilai bahwa tugas tersebut merupakan tindakan mulia, mengingat kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh para guru dan siswa di daerah-daerah tersebut. Abdul Mu'ti menyadari betul bahwa kekurangan tenaga pendidik menjadi masalah krusial di wilayah perbatasan, sehingga kehadiran TNI diharapkan dapat menjadi solusi sementara untuk memastikan anak-anak di daerah tersebut tetap mendapatkan akses pendidikan yang layak.

"Kami memang menyadari betul bahwa di daerah-daerah tertentu itu memang memerlukan tenaga pendidik atau kami menyebutnya dengan relawan pendidikan yang dapat memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak yang tinggal di daerah-daerah yang keamanannya rawan," ungkapnya.

Selain itu, Abdul Mu'ti juga menyoroti permasalahan keamanan yang dihadapi oleh para guru yang bertugas di daerah-daerah terpencil, khususnya di Papua. Ia menyinggung kasus tewasnya seorang guru yang diserang oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, sebagai contoh nyata dari risiko yang harus dihadapi oleh para pendidik di wilayah tersebut. "Banyak persoalan yang dihadapi oleh para guru yang bekerja di daerah tertentu, khususnya di Papua, terutama menuntut keamanan," katanya.

Keterlibatan TNI dalam dunia pendidikan, khususnya di wilayah perbatasan, bukan tanpa alasan. Kondisi geografis yang sulit dijangkau, keterbatasan infrastruktur, dan masalah keamanan seringkali menjadi penghalang bagi pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar di daerah-daerah tersebut. Dalam situasi seperti ini, kehadiran TNI diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan harapan bagi generasi muda di wilayah perbatasan.

Poin-poin Penting:

  • Mendikbudristek membela keterlibatan TNI dalam pendidikan di perbatasan.
  • TNI telah dibekali pelatihan pedagogis.
  • Penugasan TNI bukan perangkapan jabatan, melainkan tugas tambahan.
  • Kekurangan tenaga pengajar menjadi alasan utama.
  • Isu keamanan guru di Papua menjadi perhatian.