RUU Perkoperasian: Baleg DPR Setujui Inisiatif Revisi UU Koperasi, Siap Dibawa ke Paripurna

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Legislasi (Baleg) telah mencapai kesepakatan penting terkait masa depan perkoperasian di Indonesia. Dalam rapat pleno yang berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Baleg menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menjadi usul inisiatif DPR. Keputusan ini menandai langkah maju dalam upaya modernisasi dan penguatan sektor koperasi di tanah air.

Rapat pleno yang dipimpin oleh Ketua Baleg DPR, Hob Hasan, dihadiri oleh perwakilan dari berbagai fraksi. Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Perkoperasian, Sturman Panjaitan, menyampaikan poin-poin krusial yang menjadi fokus perubahan dalam RUU ini. Sturman menjelaskan bahwa Panja telah bekerja secara intensif selama beberapa hari untuk membahas dan merumuskan perubahan-perubahan yang diperlukan. “Panja secara intensif telah membicarakan, membahas rancangan undang-undang tersebut dalam rapat panja yang berlangsung pada tanggal 19 sampai dengan 24 Maret 2025,” ujarnya.

Poin-Poin Krusial Revisi RUU Perkoperasian

Sturman mengungkapkan bahwa terdapat 122 poin yang telah disepakati secara musyawarah mufakat oleh anggota Baleg. Revisi RUU Perkoperasian ini mencakup berbagai aspek penting, antara lain:

  • Definisi Koperasi: Pembaruan definisi koperasi agar lebih relevan dengan perkembangan zaman dan praktik perkoperasian modern.
  • Modal Pokok dan Modal Wajib: Penjelasan yang lebih rinci dan pengaturan yang lebih fleksibel terkait modal pokok dan modal wajib dalam koperasi.
  • Asas dan Tujuan Koperasi: Rekonstruksi asas dan tujuan koperasi agar lebih selaras dengan semangat gotong royong dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
  • Pembentukan Koperasi: Penyederhanaan proses pembentukan koperasi, termasuk pengaturan mengenai bentuk koperasi primer dan sekunder, serta kerja sama antar koperasi dalam apex koperasi.
  • Usaha Koperasi: Pengaturan yang lebih komprehensif mengenai jenis-jenis usaha yang dapat dijalankan oleh koperasi, termasuk sektor riil, jasa keuangan, dan usaha simpan pinjam. Koperasi dapat menyelenggarakan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah.

Pembahasan Lanjutan dengan Pemerintah

Meski telah menyepakati banyak poin perubahan, Baleg menyadari bahwa masih ada beberapa isu krusial yang perlu didiskusikan lebih lanjut dengan pemerintah. Isu-isu tersebut antara lain:

  • Perluasan Usaha Koperasi: Batasan dan peluang perluasan usaha koperasi agar dapat bersaing secara sehat di pasar yang kompetitif.
  • Otoritas Pengawas Koperasi: Pembentukan otoritas pengawas koperasi yang independen dan profesional untuk memastikan tata kelola koperasi yang baik dan mencegah praktik-praktik yang merugikan anggota.
  • Lembaga Pengawas Koperasi: Penjelasan mengenai lembaga yang akan melakukan pengawasan terhadap koperasi.

Persetujuan Fraksi dan Langkah Selanjutnya

Setelah Sturman memaparkan poin-poin perubahan, Ketua Baleg DPR Hob Hasan meminta persetujuan dari seluruh anggota fraksi terkait RUU Perkoperasian. Seluruh fraksi yang hadir menyatakan persetujuannya agar RUU ini dibawa ke tingkat selanjutnya untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. “Selanjutnya kami meminta persetujuan rapat. Apakah hasil penyusunan RUU tentang Perubahan keempat atas UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?” tanya Bob Hasan, yang kemudian dijawab serentak dengan kata “Setuju” oleh anggota Dewan, disertai ketukan palu dari pimpinan rapat. Dengan persetujuan ini, RUU Perkoperasian akan segera diajukan ke sidang paripurna DPR untuk dibahas dan disahkan menjadi undang-undang.

Langkah ini diharapkan dapat memberikan angin segar bagi perkembangan koperasi di Indonesia, sehingga mampu menjadi pilar penting dalam perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.