Revisi UU TNI Menuai Kritik, Prabowo Diminta Responsif terhadap Aspirasi Publik

Revisi UU TNI Menuai Kritik, Prabowo Diminta Responsif terhadap Aspirasi Publik

Jakarta - Presiden terpilih, Prabowo Subianto, menghadapi sorotan tajam terkait pengesahan revisi Undang-Undang TNI (UU TNI). Mantan Ketua Komisi III DPR, Pieter C Zulkifli, menyerukan agar Prabowo tidak mengabaikan gelombang penolakan yang muncul dari berbagai elemen masyarakat. Pieter menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap revisi UU TNI, khususnya jika terdapat pasal-pasal yang bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang mengamanatkan pemisahan peran TNI dari ranah sipil.

Pieter Zulkifli mengingatkan Prabowo untuk lebih peka terhadap aspirasi masyarakat luas. Ia mengkhawatirkan bahwa fokus yang berlebihan pada rapat-rapat dan euforia kepemimpinan dapat menghalangi Prabowo dari memahami secara mendalam kekhawatiran yang dirasakan rakyat. Lebih lanjut, Pieter mendesak Prabowo untuk membaca situasi politik dengan cermat, mengantisipasi potensi munculnya ketegangan yang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan. Ia bahkan mewanti-wanti adanya indikasi gerakan politik tersembunyi yang bertujuan untuk merongrong legitimasi Prabowo sebagai pemimpin.

Isu krusial yang menjadi sorotan utama dalam revisi UU TNI adalah perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Revisi ini meningkatkan jumlah institusi yang diperbolehkan untuk diisi oleh personel TNI aktif, dari semula 10 menjadi 15 lembaga, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Penambahan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keselarasan revisi UU TNI dengan semangat reformasi yang menekankan netralitas TNI dan pemisahan dari urusan politik praktis.

"Inilah yang memicu keresahan di tengah masyarakat," tegas Pieter, menyoroti bahwa penambahan lembaga-lembaga baru tersebut menimbulkan keraguan mendalam. Sejak bergulirnya reformasi 1998, ada kesepakatan nasional bahwa TNI harus kembali ke barak dan memfokuskan diri pada tugas pokok pertahanan negara. Semangat reformasi menuntut profesionalisme TNI dalam bidang pertahanan serta pemisahan yang tegas antara peran militer dan ranah sipil. Keterlibatan TNI aktif dalam jabatan sipil dikhawatirkan dapat mengganggu netralitas dan profesionalisme TNI, serta membuka peluang terjadinya konflik kepentingan.

Pieter berharap Prabowo dapat menunjukkan kepemimpinan yang arif dan bijaksana, dengan mendengarkan dan merespons aspirasi masyarakat di tengah dinamika politik yang terus berkembang. Kemampuan Prabowo dalam mengelola isu ini akan menjadi ujian penting dalam membangun kepercayaan publik dan memastikan stabilitas pemerintahan di masa depan. Masyarakat menanti langkah konkret Prabowo untuk memastikan bahwa revisi UU TNI benar-benar selaras dengan semangat reformasi dan kepentingan nasional.

Poin-poin penting yang perlu dicermati:

  • Penolakan Publik: Masyarakat menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI.
  • Semangat Reformasi: Revisi UU TNI dinilai berpotensi bertentangan dengan semangat reformasi 1998.
  • Jabatan Sipil: Perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh TNI aktif menjadi isu kontroversial.
  • Netralitas TNI: Keterlibatan TNI dalam jabatan sipil dikhawatirkan mengganggu netralitas dan profesionalisme.
  • Stabilitas Pemerintahan: Isu revisi UU TNI dapat memengaruhi stabilitas pemerintahan Prabowo.

Pieter juga menambahkan:

“Sejak reformasi 1998, negara telah sepakat bahwa TNI harus kembali ke barak dan fokus pada tugas pertahanan negara,” ujarnya.