Tom Lembong Bantah Dakwaan Korupsi Impor Gula: Klaim Kebijakannya Justru Untungkan Petani Tebu
Tom Lembong Bantah Dakwaan Korupsi Impor Gula: Klaim Kebijakannya Justru Untungkan Petani Tebu
Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong, dengan tegas membantah dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam keterangannya usai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/3/2024), Tom Lembong mengklaim bahwa kebijakan impor gula yang diambilnya justru memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani tebu.
Menurut Lembong, JPU mendakwanya melakukan impor gula pada saat yang tidak tepat, yakni ketika petani sedang panen tebu dan stok gula di dalam negeri sedang surplus. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) justru harus mengimpor gula mentah karena pasokan gula dari petani sudah habis terserap pasar.
"Salah satu dakwaan kejaksaan adalah bahwa saya melanggar UU Perlindungan Petani. Padahal, saksi dari Kemendag sudah menjelaskan bahwa PPI terpaksa bekerja sama dengan swasta untuk impor gula karena di dalam negeri sudah tidak kebagian," ujar Tom Lembong.
Lembong menambahkan bahwa PPI tidak mendapatkan pasokan gula dengan harga yang dipatok oleh Menteri Perdagangan sebelum dirinya, yaitu Rp 8.900 per kilogram. Harga patokan tersebut dinilai terlalu rendah dan berpotensi merugikan petani jika mereka menjual gula sesuai harga tersebut. Oleh karena itu, petani lebih memilih menjual tebu mereka di pasaran dengan harga yang lebih tinggi.
"Petani itu happy-happy saja, puas dengan harga yang mereka bisa peroleh di pasaran. Mereka dengan sukarela menjual tebu mereka karena harganya di atas harga patokan pemerintah," tegas Lembong.
Klaim Lembong ini merupakan respons terhadap dakwaan yang menyebutkan bahwa dirinya telah memberikan izin impor gula kepada Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS, yang juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama. Izin impor gula tersebut bermula dari penerbitan surat izin impor Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton pada tahun 2015. Padahal, hasil Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian pada 12 Mei 2015 menyimpulkan bahwa Indonesia dalam kondisi surplus gula dan tidak membutuhkan impor.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum menuduh Tom Lembong menerbitkan surat persetujuan impor GKM tanpa dasar rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Kebijakan impor ini disebut dilakukan saat Indonesia sedang surplus sehingga merugikan para petani. Atas perbuatannya tersebut, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa menilai perbuatan Tom Lembong melanggar hukum, memperkaya orang lain atau korporasi, dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar saat melaksanakan kebijakan importasi gula untuk kebutuhan pangan nasional.
Poin-poin penting dari pernyataan Tom Lembong:
- Kebijakan impor gula justru mensejahterakan petani tebu.
- PPI terpaksa impor karena kekurangan pasokan dalam negeri.
- Harga patokan pemerintah terlalu rendah dan merugikan petani.
- Petani menjual tebu di pasaran dengan harga lebih tinggi.
- Surplus gula tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
- Dakwaan JPU tidak berdasar.
Dengan bantahan ini, Tom Lembong berusaha untuk meyakinkan publik bahwa kebijakan yang diambilnya saat menjabat tidak merugikan petani, melainkan justru memberikan keuntungan bagi mereka. Kasus ini masih bergulir di pengadilan dan akan terus diikuti perkembangannya.