Pengembangan Kasus Korupsi Rumah Subsidi Buleleng: Kejati Bali Isyaratkan Lebih Banyak Tersangka

Kejati Bali Indikasikan Penambahan Tersangka dalam Kasus Korupsi Rumah Subsidi Buleleng

Denpasar, Bali – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mengisyaratkan adanya perkembangan signifikan dalam kasus dugaan korupsi proyek rumah bersubsidi di Kabupaten Buleleng. Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, mengungkapkan bahwa jumlah tersangka dalam kasus ini kemungkinan akan bertambah, melampaui lima orang yang saat ini diindikasikan terlibat.

Pengumuman resmi mengenai penambahan tersangka ini diperkirakan akan dilakukan setelah perayaan Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri tahun 2025. Saat ini, Kejati Bali telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Kepala Dinas Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu (PMTSP) Kabupaten Buleleng dengan inisial IMK, dan seorang staf teknis dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUTR) Kabupaten Buleleng dengan inisial NADK.

"Perasaan saya sih lebih dari lima tersangka," ujar Sumedana kepada awak media di Kantor Kejati Bali, Senin (24/03/2025), mengindikasikan bahwa proses penyidikan masih terus berjalan intensif.

Keterlibatan Pihak Pengembang Terendus

Lebih lanjut, Sumedana juga memberikan petunjuk bahwa calon tersangka baru tersebut termasuk dari pihak perusahaan pengembang perumahan subsidi. "Paling tidak pengusahanya kena. Pasti pengusaha kena karena mereka yang mendapatkan keuntungan dan menyebabkan kerugian negara," tegasnya.

Dalam kasus ini, IMK diduga melakukan pemerasan terhadap 61 perusahaan pengembang rumah subsidi yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Modusnya adalah meminta sejumlah uang, berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 20 juta, sebagai imbalan untuk memperlancar pengurusan dokumen perizinan pembangunan rumah subsidi di tiga lokasi berbeda di Kabupaten Buleleng. Praktik ini telah berlangsung sejak tahun 2019 hingga 2024.

Penyelewengan Distribusi Rumah Subsidi Terungkap

Selain praktik pemerasan, penyidik juga menemukan indikasi penyelewengan dalam proses distribusi rumah subsidi. Diduga, pihak pengembang turut terlibat dalam praktik ini. Dari total 419 unit rumah subsidi yang dibangun, lebih dari 300 unit di antaranya dijual kepada individu yang tidak memenuhi kriteria sebagai MBR.

"Buktinya yang beli ada satu orang beli 3-4 rumah. Ada juga yang membeli yang bukan berhak, dan ada yang parah lagi orang yang tidak berdomisili di sana," ungkap Sumedana.

Sumedana menambahkan bahwa prioritas utama dalam program rumah subsidi seharusnya diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang berdomisili di sekitar lokasi pembangunan. Namun, faktanya, banyak pengembang yang menyewa Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga untuk memenuhi persyaratan administrasi.

  • Indikasi kuat penyalahgunaan program: Lebih dari 300 KTP disewa oleh pengembang.
  • Pembelian tidak sesuai aturan: Satu orang bisa membeli hingga empat unit rumah subsidi.
  • Sasaran tidak tepat: Pembeli tidak memenuhi syarat MBR dan tidak berdomisili di wilayah tersebut.

Penahanan Tersangka dan Peran NADK

Kejati Bali sebelumnya telah menahan IMK pada Jumat (20/03/2025) setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terkait penerbitan dokumen perizinan rumah subsidi sejak 2019-2024. Total kerugian negara akibat perbuatan IMK diperkirakan mencapai miliaran rupiah.

Dari hasil pengembangan penyidikan, NADK juga ditetapkan sebagai tersangka pada Senin (24/03/2025). NADK diduga menggunakan sertifikat kompetensi ahli (SKA) milik orang lain untuk keperluan kajian teknis gambar persetujuan pembangunan gedung (PBG). Atas perbuatannya, NADK menerima imbalan sebesar Rp 700.000 per surat PBG.

Kasus ini masih terus bergulir dan Kejati Bali berkomitmen untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan masyarakat dan negara.