Pencemaran Lingkungan Akibat Sampah Plastik, Menteri LHK Ancam Produsen dengan Ganti Rugi dan Tindakan Hukum

Menteri LHK Tegaskan Tanggung Jawab Produsen Plastik dalam Penanganan Pencemaran Lingkungan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, mengambil langkah tegas dalam menangani permasalahan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik. Beliau menyatakan akan menuntut ganti rugi dari para produsen plastik yang produknya terbukti mencemari lingkungan. Pernyataan ini disampaikan saat kunjungan kerja ke workshop pengelolaan sampah Komunitas Sungai Watch di Ketewel, Gianyar, Bali, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mengatasi krisis sampah plastik.

Dasar hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur tentang dana jaminan pemulihan lingkungan hidup. Selain itu, UU Nomor 18 Tahun 2008 juga menyinggung tanggung jawab produsen atas kemasan plastik yang mereka hasilkan. Dengan kata lain, prinsip "polluter pays principle" atau "pencemar membayar" akan ditegakkan.

"Para polluter wajib membayar sampah yang ditimbulkan," tegas Menteri Hanif, menandakan keseriusan pemerintah dalam menindak para pelaku pencemaran lingkungan.

Ancaman Tindakan Hukum Bagi Produsen yang Lalai

Lebih lanjut, Menteri Hanif menyatakan bahwa produsen yang tidak bersedia membayar ganti rugi atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh produk mereka akan dibawa ke ranah hukum. Tindakan ini akan menjadi langkah terakhir jika upaya persuasif tidak berhasil. Konsekuensi hukum yang akan dihadapi para pelanggar meliputi sanksi pidana, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah limbah plastik secara sistematis dan terukur.

Temuan Sungai Watch: Produsen Penyumbang Sampah Terbanyak

Dalam kesempatan yang sama, pendiri Sungai Watch, Gary Bencheghib, mempresentasikan brand audit report tahun 2024. Hasil audit menunjukkan bahwa Wings dan Danone menjadi produsen penyumbang sampah terbanyak di wilayah Bali dan Banyuwangi. Puluhan produk dari kedua perusahaan tersebut, terutama kemasan plastik sekali pakai seperti kemasan makanan, air mineral, dan produk perawatan tubuh dalam bentuk saset, menjadi penyumbang utama pencemaran.

Sungai Watch berharap para produsen dapat mengurangi penggunaan kemasan saset pada produk-produk mereka seperti kopi dan sampo, serta beralih ke sistem isi ulang yang lebih ramah lingkungan. Mereka menekankan perlunya solusi nyata dan menghindari marketing gimmick yang tidak berdampak signifikan pada pengurangan sampah plastik.

Metode Audit Sampah Sungai Watch

Brand audit yang dilakukan oleh Sungai Watch dilakukan dengan metode pengumpulan dan pengelompokan sampah berdasarkan jenis dan merek. Sampah-sampah tersebut dijaring dari telajakan dan perairan di wilayah Bali dan Banyuwangi. Setiap bulannya, komunitas ini mampu mengumpulkan sekitar 2,5 ton sampah.

Sungai Watch berharap para produsen kemasan plastik dapat beralih ke sistem isi ulang yang lebih berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan pada kemasan sekali pakai. Dengan tindakan tegas dari pemerintah dan kesadaran dari pihak produsen, diharapkan masalah pencemaran lingkungan akibat sampah plastik dapat teratasi secara efektif.