Gelombang Protes UU TNI Mencuat: Mahasiswa Palangkaraya Kibarkan Bendera Setengah Tiang di Gedung DPRD

Gelombang penolakan terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru-baru ini disahkan terus bergulir. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai daerah menjadi sorotan, termasuk di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sebagai bentuk protes simbolis, sejumlah mahasiswa nekat menurunkan bendera Merah Putih menjadi setengah tiang di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palangkaraya.

Aksi penurunan bendera setengah tiang ini merupakan puncak dari serangkaian aksi unjuk rasa yang telah dilakukan mahasiswa Palangkaraya dalam beberapa hari terakhir. Mereka menilai bahwa UU TNI yang baru disahkan berpotensi mengancam supremasi sipil dan memperluas kewenangan militer di ranah sipil. Mahasiswa khawatir, perluasan kewenangan ini akan membuka peluang bagi militer untuk melakukan intervensi dalam urusan-urusan yang seharusnya menjadi ranah pemerintahan sipil, serta berpotensi mengembalikan praktik-praktik yang represif di masa lalu.

Koordinator aksi, yang menolak disebutkan namanya, menyatakan bahwa penurunan bendera setengah tiang adalah simbol matinya demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia. Ia menegaskan bahwa tindakan ini bukan merupakan bentuk penghinaan terhadap bendera negara, melainkan sebuah peringatan keras kepada pemerintah dan DPR RI agar lebih memperhatikan aspirasi masyarakat sipil dalam pembuatan kebijakan.

"Bendera ini kami turunkan setengah tiang sebagai tanda berkabung atas matinya demokrasi. Kami tidak bermaksud menghina bendera, tapi ini adalah cara kami untuk menyampaikan pesan kepada para penguasa," ujarnya dengan nada tegas.

Aksi mahasiswa ini sontak menarik perhatian masyarakat sekitar dan aparat kepolisian. Sempat terjadi ketegangan antara mahasiswa dan aparat kepolisian yang berusaha membubarkan aksi. Namun, berkat negosiasi yang alot, aksi tersebut akhirnya dapat berlangsung dengan damai, meskipun bendera Merah Putih tetap berkibar setengah tiang.

Menanggapi aksi mahasiswa tersebut, Ketua DPRD Kota Palangkaraya menyatakan bahwa pihaknya akan menampung aspirasi mahasiswa dan meneruskannya ke pemerintah pusat dan DPR RI. Ia juga berjanji akan mengkaji lebih dalam UU TNI yang baru disahkan dan mencari solusi terbaik untuk mengatasi kekhawatiran yang muncul di masyarakat.

"Kami menghargai aksi yang dilakukan oleh mahasiswa. Kami akan tampung aspirasi mereka dan meneruskannya ke pihak yang berwenang. Kami juga akan melakukan kajian terhadap UU TNI ini untuk memastikan bahwa tidak ada pasal-pasal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil," kata Ketua DPRD.

Kejadian ini menjadi momentum penting untuk mengevaluasi kembali UU TNI yang baru disahkan. Pemerintah dan DPR RI perlu membuka diri terhadap dialog dengan masyarakat sipil, termasuk mahasiswa, untuk membahas lebih lanjut pasal-pasal yang dianggap kontroversial. Tujuannya adalah untuk menciptakan UU yang benar-benar menjamin keamanan dan stabilitas negara, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Berikut poin-poin utama tuntutan mahasiswa Palangkaraya:

  • Mencabut UU TNI yang dinilai mengancam supremasi sipil.
  • Mengkaji ulang pasal-pasal kontroversial dalam UU TNI.
  • Melibatkan masyarakat sipil dalam proses pembuatan kebijakan terkait TNI.
  • Menjamin netralitas TNI dalam politik.
  • Memperkuat pengawasan sipil terhadap TNI.

Aksi serupa juga dilaporkan terjadi di beberapa kota lain di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap UU TNI yang baru disahkan semakin meluas dan menjadi isu nasional yang perlu segera ditangani secara serius oleh pemerintah dan DPR RI.