Pembentukan BPI Danantara Dikhawatirkan Picu Konflik Kepentingan, Pengamat Soroti Potensi Pelanggaran

Pembentukan BPI Danantara Dikhawatirkan Picu Konflik Kepentingan: Sorotan Tajam Pengamat Ekonomi

Jakarta - Pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) oleh pemerintah Indonesia menuai sorotan tajam dari para pengamat ekonomi. Kekhawatiran utama yang mencuat adalah potensi konflik kepentingan yang dapat timbul dari susunan kepengurusan yang telah diumumkan secara resmi.

Ekonom Yanuar Rizky secara terbuka menyampaikan keraguannya terkait independensi BPI Danantara. Ia menilai komposisi dewan penasihat dan jajaran direksi saat ini berpotensi membuka celah bagi praktik-praktik yang menguntungkan pihak-pihak tertentu, sehingga merugikan kepentingan nasional.

Sorotan pada Dewan Penasihat

Kritik keras dilontarkan Yanuar terutama terhadap penunjukan dua nama besar sebagai Dewan Penasihat, yaitu Raymond Thomas Dalio (Ray Dalio) dan F. Chapman Taylor. Ray Dalio dikenal sebagai pendiri Bridgewater Associates, sebuah hedge fund global raksasa. Sementara F. Chapman Taylor merupakan Manajer Portofolio Ekuitas di Capital Group, sebuah perusahaan investasi ternama.

"Kehadiran figur-figur dengan latar belakang kuat di industri keuangan global ini menimbulkan pertanyaan serius," ujar Yanuar. "Bagaimana mungkin mereka dapat memberikan nasihat yang sepenuhnya netral dan objektif, sementara di saat yang sama mereka memiliki kepentingan bisnis yang signifikan?" Yanuar menekankan potensi penyalahgunaan informasi internal (insider information) yang dimiliki keduanya terkait kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia khawatir informasi tersebut akan dimanfaatkan untuk kepentingan perusahaan masing-masing.

Thaksin Shinawatra: Rekam Jejak Kontroversial

Nama Thaksin Shinawatra, mantan Perdana Menteri Thailand, juga menjadi perhatian khusus. Yanuar menyoroti rekam jejak Thaksin yang pernah tersandung kasus konflik kepentingan di negaranya. Meski memiliki pengalaman dan jaringan internasional yang luas, penunjukan Thaksin menimbulkan keraguan atas komitmennya terhadap tata kelola perusahaan yang baik Good Corporate Governance (GCG).

Kritik terhadap Jajaran Direksi

Tidak hanya dewan penasihat, jajaran direksi BPI Danantara pun tak luput dari sorotan. Managing Director Legal BPI Danantara, Bono Daru Adji, menjadi sasaran kritik terkait perannya sebagai penasihat merger Gojek dan Tokopedia (GoTo) serta Initial Public Offering (IPO) GoTo. Yanuar menyoroti potensi benturan kepentingan dalam transaksi tersebut, khususnya terkait dengan keterlibatan Telkomsel (anak perusahaan Telkom) dalam aksi korporasi GoTo sebelum IPO. Ia mempertanyakan bagaimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat membiarkan potensi pelanggaran UU Pasar Modal tersebut.

Kekhawatiran akan Independensi dan Transparansi

Secara keseluruhan, Yanuar Rizky menekankan pentingnya menjaga independensi dan transparansi BPI Danantara. Ia berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dan memastikan bahwa investasi yang dikelola oleh BPI Danantara benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi kepentingan nasional. Pengawasan yang ketat dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil dan media, juga dianggap krusial untuk menjaga akuntabilitas BPI Danantara.

Pengumuman Resmi dan Reaksi Publik

Sebelumnya, Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara, Rosan Roeslani, secara resmi mengumumkan susunan kepengurusan BPI Danantara pada Senin (24/3/2025). Pengumuman tersebut dihadiri oleh jajaran pengurus Danantara dan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono. Selain nama-nama yang disebutkan di atas, terdapat pula nama-nama besar lainnya seperti mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi) yang masuk dalam jajaran penasihat.

Pengumuman ini sontak menuai beragam reaksi dari publik. Sebagian pihak menyambut baik pembentukan BPI Danantara sebagai langkah strategis untuk menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, sebagian lainnya menyuarakan kekhawatiran terkait potensi konflik kepentingan dan kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan. Ke depan, kredibilitas BPI Danantara akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk membuktikan diri sebagai lembaga yang profesional, independen, dan akuntabel.

Disclaimer: Artikel ini dibuat berdasarkan informasi yang tersedia pada tanggal publikasi dan dapat mengalami perubahan seiring dengan perkembangan situasi.