Gelombang Protes UU TNI Melanda Surabaya: Massa Ajukan 8 Tuntutan Krusial

Gelombang Protes UU TNI Melanda Surabaya: Massa Ajukan 8 Tuntutan Krusial

Surabaya, Jawa Timur - Gelombang demonstrasi menentang Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru-baru ini disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengguncang Kota Surabaya. Aksi unjuk rasa yang diprakarsai oleh kelompok yang menamakan diri "Warga Sipil, Warga Surabaya" atau "Front Anti Militer" ini menyuarakan delapan poin tuntutan mendesak terkait dengan UU TNI yang dinilai kontroversial.

Massa aksi berkumpul di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada Senin (24/3/2025), dengan membawa spanduk dan poster bertuliskan berbagai tuntutan. Juru bicara aksi, Jaya, menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya representasi dari Surabaya, tetapi juga mencerminkan aspirasi masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang tidak ingin kembali ke era Orde Baru dengan dominasi militer dalam kehidupan sipil.

Delapan Tuntutan Krusial

Berikut adalah delapan poin tuntutan yang menjadi fokus utama aksi demonstrasi di Surabaya:

  • Menolak Revisi UU TNI: Massa aksi menolak keras revisi UU TNI yang dianggap memberikan kewenangan berlebihan kepada militer.
  • Menolak Fungsi TNI dalam Ranah Sipil: Salah satu poin utama adalah penolakan terhadap keterlibatan TNI dalam urusan sipil, karena dianggap melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
  • Menolak Fungsi TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Terutama di Ranah Siber: Massa aksi khawatir tentang potensi penyalahgunaan wewenang TNI dalam operasi militer selain perang, khususnya di ranah siber, yang dapat mengancam kebebasan berekspresi dan privasi masyarakat.
  • Membubarkan Komando Teritorial: Struktur komando teritorial TNI dianggap sebagai warisan Orde Baru yang represif dan tidak relevan dengan kebutuhan zaman.
  • Menarik Militer dari Semua Tanah Papua: Kehadiran militer di Papua dinilai sebagai akar masalah konflik berkepanjangan di wilayah tersebut, dan massa aksi menuntut penarikan segera seluruh pasukan TNI.
  • Merevisi UU Peradilan Militer: UU Peradilan Militer dianggap memberikan impunitas kepada anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum, dan massa aksi menuntut revisi untuk memastikan akuntabilitas dan keadilan.
  • Mengembalikan TNI ke Barak: Massa aksi menyerukan agar TNI fokus pada tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan negara dan tidak terlibat dalam urusan politik atau ekonomi.
  • Mencopot TNI dari Jabatan-Jabatan Sipil: Penempatan anggota TNI di jabatan-jabatan sipil dianggap sebagai bentuk militerisasi birokrasi dan melanggar prinsip profesionalisme.

Tuntutan-tuntutan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam masyarakat sipil terhadap potensi kembalinya peran dominan militer dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Aksi demonstrasi di Surabaya ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk mendorong dialog yang konstruktif antara pemerintah, DPR, dan masyarakat sipil dalam merumuskan kebijakan pertahanan dan keamanan yang inklusif dan demokratis.