Mentrans Iftitah Suryanagara Sampaikan Permohonan Maaf Pemerintah Terkait Konflik Rempang Saat Salat Idul Fitri

Mentrans Iftitah Suryanagara Sampaikan Permohonan Maaf Pemerintah Terkait Konflik Rempang Saat Salat Idul Fitri

Menteri Transmigrasi (Mentrans) Iftitah Sulaiman Suryanagara berencana melaksanakan Salat Idul Fitri di Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Momentum ini akan dimanfaatkan untuk menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada masyarakat Rempang atas nama pemerintah terkait penanganan konflik agraria yang terjadi sebelumnya.

"InsyaAllah, atas izin Presiden dan beberapa pejabat Kementerian Transmigrasi, kami akan melaksanakan Salat Id di Rempang pada 1 Syawal. Kesempatan ini akan kami gunakan untuk menyampaikan permohonan maaf atas nama pemerintah, atas perlakuan pemerintah di masa lalu," ujar Iftitah dalam konferensi pers bertajuk 'Transmigrasi Baru, Indonesia Maju' pada Senin (24/3/2025).

Iftitah meyakini bahwa momen Idul Fitri yang identik dengan tradisi saling memaafkan dapat menjadi titik awal yang baik untuk membangun kembali hubungan antara pemerintah dan masyarakat Rempang. Ia berharap, langkah ini dapat membuka lembaran baru yang lebih baik.

"Kita akan memulai era baru, bahwa Kementerian Transmigrasi akan berpihak kepada kepentingan rakyat. Tanggal 1 Syawal adalah hari terbaik untuk saling memaafkan, memulai dari nol, dan membangun era baru," imbuhnya.

Menurut Iftitah, akar permasalahan konflik Rempang yang terjadi sejak 2023 adalah kesalahpahaman antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, ia berjanji untuk mencari solusi terbaik dan mengambil tindakan yang berpihak kepada masyarakat.

"BP Batam adalah pemilik Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Rempang. Pemerintah menganggap siapapun yang berada di Rempang tanpa sertifikat dianggap ilegal. Penanganan yang kurang tepat, yaitu penegakan hukum, memicu perlawanan dari masyarakat," jelasnya.

Latar Belakang Konflik Rempang

Konflik Rempang bermula dari perbedaan pandangan terkait status lahan antara pemerintah dan masyarakat. Pada tahun 2023, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) saat itu, Mahfud MD, menjelaskan bahwa konflik ini dipicu oleh kekeliruan pencatatan hak atas tanah yang akan dijadikan lokasi pembangunan Rempang Eco-City.

Mahfud menjelaskan bahwa Surat Keputusan (SK) Hak Guna Usaha (HGU) telah dikeluarkan sejak tahun 2001. Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan izin penggunaan tanah kepada pihak yang berhak, tetapi pemegang HGU tidak pernah menggarap lahan tersebut. Akibatnya, hak atas lahan tersebut beralih kepada penduduk desa, yang kemudian menjadi dasar masyarakat untuk mempertahankan lahan yang mereka huni.

"Padahal SK haknya itu sudah dikeluarkan pada 2001, 2002 secara sah," tegas Mahfud.

Solusi Relokasi dan Kompensasi

Pemerintah kemudian menawarkan solusi relokasi bagi warga terdampak proyek Rempang Eco-City. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat itu, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa warga akan direlokasi ke Tanjung Banun, yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Pulau Rempang. Pemerintah berjanji akan membangun Tanjung Banun menjadi kampung percontohan dengan infrastruktur yang lengkap, termasuk jalan, puskesmas, air bersih, sekolah, dan pelabuhan perikanan.

Bahlil juga menjamin bahwa masyarakat akan diberikan alas hak seluas 500 meter persegi dengan sertifikat hak milik. Selama masa tunggu, masyarakat akan menerima uang senilai Rp 1,2 juta per orang setiap bulannya, serta uang kontrak rumah sebesar Rp 1,2 juta per kepala keluarga (KK).

Berikut adalah daftar kampung yang terdampak proyek Rempang Eco-City:

  • Kampung Blongkek
  • Pasir Panjang
  • Simpulan Tanjung
  • Simpulan Hulu
  • Pasir Merah

"Kemudian rumah kita kasih tipe 45. Apabila ada rumah yang tidak tipe 45, dengan harga lebih dari 120 juta, itu akan dinilai KJPP nilainya berapa. Itu yang akan diberikan," jelas Bahlil.

Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat menyelesaikan konflik Rempang secara adil dan membangun masa depan yang lebih baik bagi masyarakat setempat.