Kontroversi Pernyataan Pejabat Istana Terkait Teror Kepala Babi ke Tempo: Merendahkan Martabat Manusia dan Abaikan Hukum?
Reaksi Keras Pakar Psikologi Forensik atas Pernyataan Kontroversial Pejabat Istana dalam Kasus Teror Kepala Babi
Pernyataan Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, terkait insiden pengiriman kepala babi ke kantor redaksi Majalah Tempo menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, mengecam pernyataan tersebut sebagai bentuk penyepelean terhadap harkat dan martabat manusia, serta indikasi kurangnya kepedulian negara terhadap potensi tindak pidana yang terkandung dalam aksi teror tersebut.
Reza Indragiri Amriel menekankan bahwa tindakan pengiriman kepala babi bukanlah sekadar lelucon atau masalah sepele, melainkan sebuah pesan intimidasi yang sangat serius. Menurutnya, penyembelihan babi dalam konteks ini jelas bukan untuk tujuan konsumsi, melainkan sebagai ekspresi kemarahan dan upaya menakut-nakuti pihak penerima. Tindakan ini, menurut Reza, mengandung unsur intimidasi yang dapat dijerat dengan pasal 335 dan 448 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Ini bukan sekadar masalah kebebasan pers, tetapi juga penghinaan terhadap martabat manusia dan potensi tindak pidana," tegas Reza. Ia kemudian membandingkan insiden ini dengan kasus serupa di masa lalu, seperti pengiriman kepala anjing kepada Habib Bahar bin Smith, untuk menekankan bahwa tindakan teror semacam ini tidak bisa dianggap enteng dan harus ditangani dengan serius oleh aparat penegak hukum.
Kritik terhadap Sikap Negara dan Gaya Komunikasi Pejabat Istana
Lebih lanjut, Reza Indragiri Amriel mempertanyakan sikap negara yang terkesan kurang peduli terhadap dugaan tindak pidana dalam kasus ini. Ia menyayangkan pernyataan pejabat istana yang justru terkesan meremehkan masalah tersebut. Reza bahkan bertanya retoris, apakah reaksi yang sama akan diberikan jika kepala babi tersebut dikirimkan ke kediaman Presiden Joko Widodo.
"Pantaskah negara abai terhadap dugaan perbuatan pidana semacam itu?" tanya Reza dengan nada kecewa. Ia juga menyayangkan gaya komunikasi Hasan Nasbi yang dinilai tidak sensitif terhadap situasi yang dialami oleh redaksi Tempo.
Reza mengingatkan bahwa belum lama ini Presiden Joko Widodo mengundang para pemimpin redaksi media massa ke Hambalang, yang seharusnya menjadi simbol betapa pentingnya peran media dan wartawan di mata pemerintah. Namun, pernyataan pejabat istana justru bertolak belakang dengan semangat yang dibangun dalam pertemuan tersebut.
Aspek Kekerasan terhadap Hewan dan Potensi Pelanggaran Hukum
Selain menyoroti aspek penghinaan terhadap martabat manusia, Reza Indragiri Amriel juga menyoroti aspek kekerasan terhadap hewan dalam insiden ini. Ia menjelaskan bahwa penyiksaan terhadap binatang juga diatur dalam pasal 302 dan 540 KUHP.
"Sentimen negatif terhadap Tempo mungkin saja ada. Tapi kenapa pengekspresiannya dilakukan lewat tindak kekerasan terhadap binatang?" tanya Reza, menekankan bahwa ada cara-cara lain yang lebih beradab dan sesuai dengan hukum untuk menyampaikan pendapat atau kritik.
Kronologi Teror Kepala Babi yang Menimpa Redaksi Tempo
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, redaksi Majalah Tempo menerima paket berisi kepala babi dengan kondisi kedua telinganya terpotong dari orang tak dikenal. Paket tersebut dibungkus dengan kardus, styrofoam, dan plastik, tanpa disertai surat pengirim. Hanya terdapat sebuah kata "Cica," yang diduga merujuk pada seorang jurnalis dan pembawa acara Sinar Bocor Alur Politik Tempo, Francisca Christy Rosana.
Paket tersebut diterima oleh pihak keamanan kantor pada Rabu, 19 Maret 2025, dan baru diterima oleh Francisca Christy Rosana pada Kamis, 20 Maret 2025 sore, sekembalinya dari tugas liputan. Saat dibuka, bau busuk langsung menyengat, sehingga redaksi Tempo memutuskan untuk membawa paket tersebut ke luar ruangan karena khawatir membahayakan.
Wakil Pemimpin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, menjelaskan bahwa kepala babi tersebut terbungkus plastik rapat-rapat. "Nah di kantor dibuka, baunya menyengat. Sehingga itu dibawa ke luar, lalu dibuka. Ya itu isinya kepala babi," kata Bagja.
Pernyataan Hasan Nasbi yang berkelakar agar kepala babi tersebut "dimasak saja" justru semakin memperkeruh suasana dan memicu reaksi negatif dari berbagai pihak. Pernyataan ini dinilai tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik, terutama mengingat pemerintah selama ini selalu berkomitmen terhadap kebebasan pers.