Lonjakan Kasus TBC di Solo: Mojosongo dan Jebres Menjadi Sorotan Utama di Awal Tahun 2025
Di awal tahun 2025, Kota Solo menghadapi tantangan serius dalam bidang kesehatan masyarakat dengan mencatat 314 kasus Tuberkulosis (TBC). Data ini memicu kekhawatiran dan mendorong Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Solo untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menekan penyebaran penyakit menular ini.
Kepala Dinkes Solo, Retno Erawati Wulandari, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mencapai target ambisius penurunan kasus TBC sebesar 50% pada tahun 2025. Selain itu, Dinkes juga menargetkan tingkat keberhasilan pengobatan (success rate) di atas 90% dan cakupan pengobatan (treatment coverage) yang juga melebihi 90%. "Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam upaya menekan angka kasus TBC. Dibutuhkan komitmen bersama dari semua pihak sehingga ada tim percepatan penanggulangan TBC," ujarnya.
Fokus Wilayah dengan Kasus Tertinggi
Data menunjukkan bahwa Mojosongo dan Jebres menjadi wilayah dengan jumlah kasus TBC tertinggi di Solo. Luas wilayah dan kepadatan penduduk menjadi faktor utama. Akan tetapi, Dinkes juga menyoroti munculnya kasus TBC resisten obat sebagai tantangan yang semakin kompleks.
"Ada beberapa faktor. Sekarang ada TBC resisten obat. Ini yang harus kita waspadai bersama-sama. Kalau TBC resisten obat ini membutuhkan pengobatan cukup lama," kata Retno. Pengobatan TBC resisten obat memerlukan waktu yang lebih lama dan kombinasi obat yang lebih kompleks. Hal ini seringkali menyebabkan pasien merasa jenuh dan kurang patuh terhadap regimen pengobatan. Ketidakpatuhan ini dapat memperburuk kondisi pasien dan meningkatkan risiko penularan.
Tantangan dan Strategi Penanggulangan
Retno menekankan bahwa ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi obat menjadi kendala utama dalam penanggulangan TBC. "Kebanyakan pasien ini bosan minum obat yang terlalu banyak obatnya dan lebih lama. Sehingga ini yang menjadi tantangan kita semua. Karena mereka tidak telaten minum obat. Putus obat sehari, dua hari saja mungkin akan memperburuk akibat dibelakangnya, tingkat penularan lebih tinggi lagi," jelasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Dinkes Solo telah melibatkan kader kesehatan di setiap wilayah untuk melakukan deteksi dini TBC. Kader-kader ini telah dibekali dengan pengetahuan tentang tanda dan gejala awal TBC, sehingga mereka dapat merujuk pasien potensial ke puskesmas untuk diagnosis dan pengobatan lebih lanjut. Upaya deteksi dini ini diharapkan dapat mempercepat penanganan kasus TBC dan mencegah penyebaran penyakit.
Langkah Preventif dan Edukasi Masyarakat
Selain deteksi dini dan pengobatan yang tepat, Dinkes Solo juga mengintensifkan upaya pencegahan TBC melalui edukasi masyarakat. Program-program edukasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TBC, cara penularan, dan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan serta gaya hidup sehat.
Dengan pendekatan komprehensif yang melibatkan deteksi dini, pengobatan yang efektif, edukasi masyarakat, dan kolaborasi lintas sektor, Dinkes Solo berharap dapat mencapai target penurunan kasus TBC dan melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman penyakit menular ini.