Kesaksian Saksi Meringankan, Tom Lembong Optimis Kebenaran Terungkap dalam Kasus Impor Gula
Kasus Impor Gula Era Tom Lembong: Saksi Ungkap Fakta yang Meringankan
Jakarta - Sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret nama mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) memasuki babak baru. Alih-alih memberatkan, kesaksian enam saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) justru memberikan angin segar bagi Tom Lembong. Saksi-saksi yang berasal dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan keterangan yang dianggap memperkuat argumen bahwa kebijakan impor gula yang diambil saat itu diperlukan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Saya semakin lega karena kebenaran semakin terungkap," ujar Tom Lembong usai persidangan, menunjukkan optimisme bahwa fakta yang sebenarnya akan terungkap.
Saksi Ungkap Kebijakan Impor Tidak Merugikan Petani
Salah satu poin penting yang mengemuka dalam persidangan adalah kesaksian Robert J. Bintaryo, Direktur Bahan Pokok Strategis Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag. Bintaryo membenarkan bahwa kebijakan impor gula yang diambil oleh Tom Lembong tidak merugikan petani tebu. Hal ini menjawab salah satu dakwaan JPU yang menyebutkan bahwa impor dilakukan saat petani sedang panen, sehingga merugikan mereka.
Tom Lembong menggali lebih dalam dengan menanyakan apakah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) mengalami kesulitan dalam memenuhi stok gula sebesar 200.000 ton untuk kebutuhan dalam negeri. Bintaryo membenarkan bahwa target tersebut sulit dicapai karena petani lebih memilih menjual langsung ke pasaran dengan harga yang lebih tinggi dari Harga Pembelian Petani (HPP) yang ditetapkan pemerintah.
Berikut adalah petikan dialog antara Tom Lembong dan Robert J. Bintaryo:
- Tom Lembong: "Berarti petani puas dengan harga yang mereka peroleh di pasaran ya, sehingga mereka tidak lagi perlu menjual kepada PPI ya? Jadi, berarti PPI tidak perlu menjalankan fungsi sebagai penjamin, menjamin bahwa harga tebu, harga gula tidak jatuh di bawah harga yang dipatok dalam hal ini Rp 8.900 ya?"
- Robert J. Bintaryo: "Iya, benar."
- Tom Lembong: "Berarti petani sudah puas dengan asas willing buyer willing seller, mereka dengan sukarela, tidak dipaksa melepas gula, tebu mereka di harga yang di atas harga yang dipatok, betul?"
- Robert J. Bintaryo: "Iya."
Jawaban ini menjadi krusial karena membantah tuduhan bahwa kebijakan impor gula merugikan petani. Tom Lembong menekankan bahwa jika petani dengan sukarela menjual tebu mereka di pasar dengan harga yang lebih tinggi, maka tidak ada kerugian yang dialami petani.
Impor Gula Dilakukan Juga oleh Menteri Lain
Fakta menarik lainnya yang terungkap dalam persidangan adalah bahwa kebijakan impor gula tidak hanya dilakukan di era Tom Lembong. Saksi Susy Herawati, Kepala Subdirektorat Barang Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan, mengungkapkan bahwa menteri perdagangan setelah Tom Lembong, Engartiasto Lukita, juga melakukan impor tanpa melalui rapat koordinasi terbatas (Rakortas) antar kementerian.
Susy Herawati menjelaskan bahwa ia menerima "perintah pimpinan" untuk memproses impor gula tanpa Rakortas. Kuasa hukum Tom Lembong kemudian menanyakan maksud dari "diskresi dan kewenangan menteri". Susy menjawab bahwa ia telah menyampaikan ketidaksesuaian prosedur tersebut kepada atasannya, namun tetap diperintahkan untuk memproses impor berdasarkan instruksi menteri Engartiasto Lukita.
Tembusan Kebijakan Impor Hingga ke Presiden
Lebih lanjut, saksi Eko Aprilianto Sudrajat, Atase Perdagangan RI di Seoul, membenarkan adanya dokumen surat-menyurat terkait kebijakan impor gula dari Tom Lembong sebagai Mendag kepada Presiden Joko Widodo saat itu. Ini menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak diambil secara sepihak, melainkan diketahui dan mendapatkan tembusan kepada berbagai pihak terkait, termasuk presiden dan kementerian koordinator perekonomian.
Berikut adalah daftar pihak yang mendapatkan tembusan surat-surat terkait persetujuan impor:
- Presiden RI
- Menteri Koordinator Perekonomian
- Kapolri
- KSAD
Tom Lembong juga menanyakan kepada Eko apakah Kementerian Pertanian (Kementan) saat ia menjabat telah melakukan importasi gula dengan transparan. Eko menjawab bahwa setiap rapat koordinasi terkait importasi selalu dihadiri oleh media massa dan hasilnya dipublikasikan melalui siaran pers.
Dakwaan dan Ancaman Hukuman
Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ia dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya orang lain atau korporasi, dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar saat melaksanakan kebijakan importasi gula. Dengan adanya kesaksian saksi-saksi yang meringankan, Tom Lembong berharap kebenaran akan terungkap dan ia dapat membuktikan bahwa kebijakan yang diambilnya saat itu adalah untuk kepentingan nasional dan tidak melanggar hukum.