Jihad Ekonomi dan Sosial: Menginterpretasi Kesalehan dalam Islam Menuju Umat yang Berdaya
Jihad Ekonomi dan Sosial: Menginterpretasi Kesalehan dalam Islam Menuju Umat yang Berdaya
Islam mengajarkan kesalehan bukan hanya dalam konteks ritual individu, tetapi juga melalui aksi nyata yang berdampak pada masyarakat. Konsep jihad, sering diartikan sebagai perjuangan fisik, perlu dikaji lebih luas mencakup 'jihad bi amwalikum wa anfusikum'—berjuang dengan harta dan jiwa. Al-Quran (QS At-Taubah: 41) bahkan mendahulukan 'amwalikum' (harta) sebelum 'anfusikum' (jiwa), menekankan pentingnya peran ekonomi dalam mewujudkan kesalehan sosial. Hal ini mengindikasikan bahwa pengorbanan harta untuk kebaikan umat memiliki kedudukan penting, bahkan dapat didahulukan sebelum pengorbanan jiwa.
Banyak di antara kita yang mungkin lebih rela berkorban secara fisik, namun enggan berbagi harta. Padahal, seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran, ciri-ciri orang bertaqwa (QS Al-Baqarah) termasuk mengeluarkan zakat dan infaq di jalan Allah. Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, menjadi manifestasi nyata dari jihad ekonomi. Pemberian zakat bukan hanya kewajiban ritual, melainkan juga wujud kepedulian sosial dan bentuk pemberdayaan ekonomi bagi yang membutuhkan. Ramadan, yang juga dikenal sebagai 'Bulan Berbagi' atau 'Syahrul Muwaasaat', menjadi momentum ideal untuk merefleksikan dan mengimplementasikan konsep ini. Di bulan ini, berbagi harta dan empati kepada sesama menjadi tindakan yang sangat dianjurkan, merepresentasikan esensi dari kesalehan sosial.
Lebih jauh lagi, kesalehan dalam Islam juga mendorong pemberdayaan sosial. Berbagai program sosial yang ditujukan kepada 12 kelompok masyarakat yang membutuhkan perlindungan negara (12 PAS), seperti anak-anak bermasalah, harus dilandasi oleh prinsip keagamaan dan filosofis. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya perhatian kepada generasi penerus. Ayat Al-Quran (QS An-Nisa: 9) memperingatkan pentingnya memperhatikan generasi penerus yang lemah dan mengingatkan kita akan tanggung jawab dalam membentuk generasi yang tangguh. Hadits yang menyebutkan bahwa “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah” (HR. Muslim) juga menggarisbawahi pentingnya kekuatan dan kemampuan ekonomi serta sosial dalam konteks keimanan.
Pemberdayaan umat tidak hanya berfokus pada aspek spiritual, tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial. Zakat fitrah, yang dibayarkan di penghujung Ramadan, menjadi contoh nyata dari kewajiban sosial ekonomi yang melibatkan seluruh umat Islam tanpa terkecuali. Meskipun hanya berupa sejumlah beras, zakat fitrah ini simbolis, menunjukkan komitmen bersama untuk memberdayakan diri dan sesama, merepresentasikan bentuk kesalehan sosial yang praktis dan konkret. Melalui pemahaman dan implementasi yang komprehensif terhadap konsep jihad ekonomi dan sosial, kita dapat mewujudkan kesalehan yang utuh, yang tidak hanya berfokus pada ibadah individu, namun juga pada pengabdian dan pemberdayaan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik dan berdaya.