Bareskrim Bongkar Sindikat Fake BTS: Dua WNA China Terlibat Penipuan Massal
Bareskrim Bongkar Sindikat Fake BTS: Dua WNA China Terlibat Penipuan Massal
Kejahatan siber terus menghantui masyarakat, Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penyalahgunaan frekuensi radio yang digunakan untuk menyebarkan SMS penipuan. Modus kejahatan ini menggunakan base transceiver station (BTS) palsu yang meniru sinyal BTS operator seluler resmi untuk mengirimkan pesan phishing secara massal. Kasus ini bermula dari laporan seorang nasabah bank yang mengalami kerugian ratusan juta rupiah akibat penipuan tersebut.
Kronologi Pengungkapan Kasus
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk membongkar jaringan kejahatan ini. Penyelidikan intensif mengarah pada penangkapan dua warga negara (WN) China yang diduga kuat sebagai pelaku lapangan. Kedua tersangka ditangkap di dua lokasi berbeda di Jakarta dengan barang bukti berupa perangkat fake BTS yang digunakan untuk melancarkan aksi penipuan.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menjelaskan bahwa modus operandi sindikat ini adalah dengan mengirimkan SMS phishing ke calon korban menggunakan fake BTS. Alat tersebut memancarkan sinyal palsu yang menimpa sinyal BTS resmi operator, sehingga pesan yang dikirimkan tidak terdeteksi oleh sistem operator. SMS tersebut berisi iming-iming hadiah palsu yang disertai permintaan data pribadi atau tautan ke situs web palsu yang menyerupai situs resmi.
Modus Operandi dan Dampak
- SMS Massal: Pelaku mengirimkan SMS secara massal ke ponsel di sekitar area operasional fake BTS.
- Situs Palsu: Beberapa fake BTS juga beroperasi melalui situs palsu yang meniru tampilan website resmi. Pengguna yang mengakses situs ini berisiko kehilangan data pribadi, akun media sosial, atau bahkan terinfeksi malware.
- Pencurian Data: Data pribadi yang berhasil diperoleh pelaku, seperti nomor telepon, email, dan informasi perbankan, digunakan untuk melakukan penipuan dan pencurian uang.
Komjen Wahyu menambahkan, pengungkapan kasus ini berawal dari pengaduan nasabah sebuah bank swasta yang menerima SMS phishing. SMS tersebut disebar ke 259 nasabah, dan delapan di antaranya terpancing hingga melakukan transaksi yang mengakibatkan kerugian sekitar Rp 289 juta.
Penangkapan Pelaku dan Peran Masing-Masing
Kedua WN China yang ditangkap adalah XY dan YXC. XY ditangkap pada 18 Maret 2025, sedangkan YXC ditangkap pada 20 Maret 2025. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa XY berperan sebagai sopir yang bertugas membawa perangkat fake BTS berkeliling di area ramai untuk menyebarkan SMS penipuan. Ia mengaku diajari oleh seseorang berinisial XL dalam menggunakan perangkat tersebut. Sementara itu, YXC diduga memiliki hubungan dengan orang kepercayaan dari bos sindikat penipuan online modus fake BTS. YXC diketahui sering bolak-balik ke Indonesia sejak tahun 2021 menggunakan visa turis dan tergabung dalam grup Telegram bernama 'Stasiun Pangkalan Indonesia' yang membahas operasional fake BTS.
Ancaman Hukuman
Kedua tersangka dijerat dengan berbagai pasal berlapis, termasuk:
- Pasal 32 dan atau Pasal 50 juncto Pasal 34 dan atau Pasal 51 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
- Pasal 50 juncto Pasal 22 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
- Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
- Pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam melakukan tindak pidana.
Tersangka terancam hukuman pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda maksimal Rp 12 miliar.
Pengembangan Kasus dan Perburuan Dalang
Polisi terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap jaringan yang lebih besar dan menangkap dalang utama sindikat fake BTS. Dalang sindikat ini diduga mengendalikan operasi dari luar negeri dan telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Bareskrim Polri bekerja sama dengan pihak Imigrasi untuk melacak keberadaan dalang sindikat tersebut.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji menjelaskan bahwa sindikat ini menggunakan grup Telegram untuk memberikan instruksi kepada anggotanya di lapangan. Para pelaku melakukan kegiatan mobile untuk mengirimkan SMS dengan narasi penipuan kepada calon korban yang terdeteksi dari BTS yang sudah diaktifkan. Korban yang mengikuti instruksi dalam SMS akan diarahkan untuk mengklik tautan tertentu yang berujung pada pencurian uang dari rekening mereka.