Aksi Unjuk Rasa UU TNI di Sukabumi Berujung Bentrokan: Mahasiswa Terluka, Jurnalis Alami Intimidasi
Aksi Unjuk Rasa UU TNI di Sukabumi Memanas: Represi Aparat Jadi Sorotan
SUKABUMI, Jawa Barat - Gelombang penolakan terhadap Undang-Undang TNI yang baru disahkan terus bergulir. Di Sukabumi, aksi demonstrasi yang digelar di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi pada Senin (24/3/2025) sore, berubah menjadi kericuhan setelah aparat kepolisian membubarkan massa dengan tindakan yang dinilai represif. Aksi yang awalnya berjalan damai, tiba-tiba memanas sekitar pukul 17.30 WIB.
Berdasarkan laporan di lapangan, ketegangan antara demonstran dan aparat keamanan meningkat eskalasinya, yang berujung pada pembubaran paksa menggunakan water cannon. Sejumlah demonstran yang mencoba bertahan dan tidak meninggalkan lokasi, dikabarkan dikejar, ditangkap, dan bahkan diseret masuk ke dalam Gedung DPRD Kota Sukabumi.
Koordinator Aliansi BEM se-Sukabumi, Yogi, menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan aparat kepolisian. Menurutnya, tindakan tersebut tidak manusiawi dan melanggar hak-hak demonstran. "Kami sangat mengecam tindakan represif aparat. Banyak massa aksi yang dipukul, diseret, dan bahkan harus dilarikan ke rumah sakit karena luka-luka. Ini jelas tindakan yang tidak manusiawi," ujarnya saat dihubungi pada Selasa (25/3/2025) dini hari.
Yogi juga menegaskan bahwa Aliansi BEM se-Sukabumi akan kembali menggelar aksi unjuk rasa untuk mengecam tindakan represif aparat kepolisian. Mereka menuntut agar aparat kepolisian bertanggung jawab atas tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap demonstran.
Jurnalis Jadi Korban Intimidasi Saat Meliput Aksi
Selain mahasiswa, seorang jurnalis dari media Visi News, Andri Somantri, juga menjadi korban intimidasi saat meliput aksi unjuk rasa tersebut. Andri mengaku mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari aparat kepolisian saat berada di tengah kerumunan massa.
"Saya sedang merekam situasi aksi yang sudah chaos antara massa dan polisi. Tiba-tiba, ada seorang aparat yang memegang leher saya dan menarik ID card saya dari belakang," ungkap Andri saat ditemui di DPRD Kota Sukabumi, Senin (24/3/2025) sore.
Andri sempat berteriak bahwa dirinya adalah wartawan yang sedang bertugas. Namun, aparat tersebut tetap menariknya hingga akhirnya dihentikan oleh rekan jurnalis lainnya. "Aparat itu kemudian lari bersama temannya dan masuk ke dalam gedung DPRD. Jika itu tidak disengaja, mengapa dia tidak meminta maaf?" tanya Andri dengan nada kecewa.
Kasus intimidasi terhadap jurnalis ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap media saat meliput aksi unjuk rasa. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kebebasan pers dan keselamatan jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Berikut adalah poin-poin penting dari kejadian tersebut:
- Aksi unjuk rasa menolak UU TNI di Sukabumi berujung ricuh.
- Aparat kepolisian membubarkan massa dengan tindakan represif.
- Sejumlah demonstran mengalami luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.
- Seorang jurnalis mengalami intimidasi saat meliput aksi.
- Aliansi BEM se-Sukabumi mengecam tindakan represif aparat dan akan kembali menggelar aksi unjuk rasa.
Insiden ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan mengenai proporsionalitas tindakan aparat kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa. Banyak pihak yang menyerukan agar dilakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan tindakan represif aparat dan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak yang terlibat.