Apersi: Percepatan PBG Satu Jam Hanya Sebatas Unggah Dokumen

Penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) menjadi sorotan setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan percepatan yang menjanjikan waktu penyelesaian signifikan, bahkan dalam hitungan jam. Namun, kalangan pengembang properti menyampaikan pandangan berbeda, mengungkapkan bahwa proses riil di lapangan jauh lebih kompleks dan memakan waktu.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, menjelaskan bahwa klaim penerbitan PBG dalam satu jam hanya berlaku untuk tahap pengunggahan dokumen ke sistem. Menurutnya, tahapan persiapan dokumen yang melibatkan berbagai instansi memerlukan waktu yang jauh lebih lama, setidaknya sekitar dua bulan. Pernyataan ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara harapan pemerintah dan realitas yang dihadapi pengembang.

Kendala Proses Pembuatan PBG

Junaidi memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan lamanya proses pembuatan PBG:

  • Keterlibatan Banyak Instansi: Proses PBG melibatkan berbagai instansi seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Lingkungan Hidup, serta konsultan. Setiap instansi memiliki prosedur dan waktu penyelesaian yang berbeda-beda.
  • Waktu dan Biaya yang Tidak Standar: Setiap instansi memiliki aturan tersendiri terkait waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mengeluarkan dokumen yang diperlukan. Ketidakseragaman ini menyebabkan proses menjadi lebih panjang dan kompleks.
  • Proses yang Sama di Seluruh Daerah: Junaidi menegaskan bahwa masalah lamanya proses pembuatan PBG terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

Kebijakan Pemerintah dan Implementasi di Lapangan

Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, Menteri PU Dody Hanggodo, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) yang bertujuan untuk membebaskan biaya retribusi PBG dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta mempercepat penerbitan PBG bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). SKB ini kemudian ditindaklanjuti oleh kepala daerah melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

Maruarar Sirait sempat meninjau layanan retribusi PBG di Kota Tangerang dan menemukan adanya kasus pengurusan PBG yang selesai dalam 59 menit. Namun, Junaidi Abdillah menekankan bahwa kasus tersebut merupakan pengecualian dan tidak mencerminkan proses secara keseluruhan. Proses tersebut dianggap hanya terjadi pada saat upload ke sistem saja dan memakan waktu 1 jam. Ungkapan tersebut disampaikan Junaidi untuk menanggapi pernyataan Maruarar Sirait terkait percepatan pengurusan PBG.

Implikasi dan Harapan ke Depan

Perbedaan pandangan antara pemerintah dan pengembang terkait percepatan PBG menyoroti pentingnya koordinasi dan komunikasi yang efektif. Pemerintah perlu memahami kendala yang dihadapi pengembang di lapangan dan mencari solusi untuk menyederhanakan proses birokrasi. Di sisi lain, pengembang diharapkan dapat memberikan masukan konstruktif untuk perbaikan sistem PBG.

Diharapkan dengan adanya dialog dan kerjasama yang baik, proses penerbitan PBG dapat dipercepat secara signifikan tanpa mengabaikan aspek kualitas dan keamanan bangunan. Hal ini akan berdampak positif bagi pertumbuhan sektor properti dan penyediaan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat.