Praktik Balas Budi Politik Ancam Integritas Pemerintahan Daerah: KPK Soroti Kerentanan Pengadaan Barang dan Jasa
Praktik Balas Budi Politik Ancam Integritas Pemerintahan Daerah: KPK Soroti Kerentanan Pengadaan Barang dan Jasa
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, baru-baru ini menyoroti maraknya praktik balas budi politik yang dilakukan kepala daerah setelah memenangkan pemilihan. Fenomena ini, menurutnya, telah memicu penyalahgunaan wewenang dan mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintahan daerah. Dalam sebuah arahan pada peluncuran Indikator Monitoring Center of Prevention (MCP) 2025, Setyo mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak buruk dari sistem 'politik balas budi' ini. Praktik tersebut, kata dia, seringkali berujung pada penempatan kroni di posisi strategis, pengucuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tidak transparan, dan penyalahgunaan wewenang untuk memenuhi janji politik. Setyo bahkan mengutip Lord Acton, Guru Besar Sejarah Modern di Universitas Cambridge, yang menyatakan bahwa kekuasaan cenderung korup, terutama kekuasaan absolut. Hal ini menjadi peringatan serius bagi para kepala daerah yang baru dilantik.
Setyo menekankan pentingnya komitmen para kepala daerah dalam pemberantasan korupsi. Ia berharap peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebesar tiga skor dari tahun sebelumnya dapat menjadi motivasi untuk terus meningkatkan upaya pencegahan korupsi. Namun, peningkatan IPK ini tidak boleh menjadi rasa puas diri. Upaya pencegahan korupsi harus terus diperkuat dan diperbaiki dari tahun ke tahun. KPK, tegas Setyo, akan terus mendorong komitmen para pejabat untuk meningkatkan integritas dan transparansi dalam pemerintahan.
Lebih lanjut, Deputi Bidang Korsup KPK, Didik Agung Widjanarko, mengungkapkan bahwa Indeks Pencegahan Korupsi di daerah pada tahun 2024 meningkat satu angka dibanding tahun 2023, mencapai angka 76. Kendati demikian, Didik menyoroti beberapa area yang masih memerlukan perhatian serius, terutama dalam hal pengadaan barang dan jasa. Area ini, menurut Didik, masih menunjukkan capaian terendah dengan skor 68, diikuti oleh pengelolaan barang milik daerah (70) dan pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) (72). Rendahnya skor di area pengadaan barang dan jasa ini menunjukkan kerentanan yang tinggi terhadap praktik korupsi. Didik mengajak para kepala daerah untuk berkolaborasi dengan KPK, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Perkembangan (BPKP) untuk mencegah potensi korupsi di bidang ini.
Berikut poin-poin penting yang menjadi sorotan KPK:
- Maraknya praktik balas budi politik pasca-pemilihan kepala daerah.
- Penyalahgunaan wewenang dan penempatan kroni.
- Penggunaan APBD yang tidak transparan.
- Rendahnya capaian indeks pencegahan korupsi di area pengadaan barang dan jasa.
- Pentingnya kolaborasi antara kepala daerah, KPK, Kemendagri, dan BPKP dalam pencegahan korupsi.
- Urgensi peningkatan integritas dan transparansi dalam pemerintahan daerah.
KPK berharap dengan adanya peningkatan pengawasan dan kolaborasi yang lebih kuat, praktik korupsi di pemerintahan daerah dapat ditekan seminimal mungkin, menciptakan pemerintahan yang bersih, dan meningkatkan kepercayaan publik.